Aku Harta Termahal Bagimu


Anak adalah harta paling berharga

Diantara kita mungkin ada yang baru saja membeli sepeda motor baru, fresh dari dealer. Suatu ketika kita pergi ke sebuah tempat, misalnya saja pasar, menggunakan motor tersebut. Sesampainya di sana, kita akan meletakkan motor kita di tempat parkir dengan sangat hati-hati. Kita merasa tidak tenang apakah motor kita akan baik-baik saja.

Sesampainya di dalam pasar, pikiran kita masih tertuju pada motor baru kita. Was-was dan takut melintas di benak kita. Jangan-jangan motorku lecet terkena gesekan motor lainnya, jangan-jangan motorku hilang, jangan-jangan… Hingga akhirnya rencana belanja dengan tenang pun berubah menjadi tergesa-gesa. Itulah diri kita, masih memiliki ketakutan terhadap harta yang baru saja kita miliki. Kita terlampau mencintai harta kita. Pdahal harta itu hakekatnya bukan milik kita melainkan hanya titipan dari Pemberi rezeki yaitu Allah ‘azza wa Jalla.

وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا

”Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS. Al Fajr: 20)

Jika terhadap motor baru saja kita bisa sedemikian cintanya, begitu takut kehilangannya maka bagaimana pula dengan harta yang lebih besar nilainya dari itu? Harta yang akan menjadikan kita mendapatkan keluasan tempat di dalam kubur, harta yang akan menaikkan derajat kita di sisi Allah kelak?

Harta itu tak lain adalah anak keturunan kita. Apakah kita sudah memiliki rasa cinta padanya? Apakah kita sudah melakukan upaya agar ia tak tergores dan tidak diletakkan di sembarang tempat? Mari, koreksi diri kita mading-masing. Lebih berharga mana diantara keduanya. Jika motor saja kita lindungi, kenapa anak kita biarkan terlantar tanpa cinta, didikan dan perlindungan kita sebagai orang tuanya?

Ingatlah akan firman Allah Ta’ala

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Dalam ayat tersebut kita diperintah Allah untuk memelihara keluarga kita dari api neraka. Memelihara berarti senantiasa dilakukan sepanjang masa, dengan cara mendidiknya, mencintainya, menyayanginya, menempanya agar menjadi insan yang memiliki keimanan terhadap Rabbnya.

Ayah, kepada siapa kau berikan senyummu..

Jika ada seorang ayah yang berdalih sibuk bekerja mencari uang untuk keluarganya hingga ia tidak mampu lagi mengumbar kata dan senyuman di depan keluarga khususnya anak-anaknya, maka kita akan katakan padanya Wahai ayah, kepada siapa kau berikan senyummu?

Tahukah engkau, istri dan anakmu tak akan bahagia hanya dengan uang dan perhiasan, sedangkan mereka serasa terabaikan keberadaannya. Mengapa tak kau cari uang itu secukupnya saja, lalu engkau kembali ke rumahmu dengan senyuman penuh rindu. Engkau ajari keluargamu ilmu dan akhlak, hingga kau akan merasa takut bila mereka tak terlindungi dari api neraka. Tahukah engkau wahai para ayah, anakmu membutuhkan bukti kehebatanmu sebagai seorang pemimpin keluarga.

Ibu, aku ingin sekolah bersamamu…

Miris, manakala kita temui anak-anak yang telah disekolahkan terlalu sangat dini (baca baby day’s school). Usia 3 bulan sudah harus berpisah dari ibunya dalam sekian jam. Usia dimana ia masih berusaha mengenali suara yang paling sering muncul di sekitarnya. Apa dalihmu di hadapan Allah kelak, duhai ibu? Bekerjakah? Tak adakah pilihan lain selain meletakkan bayi mungilmu di sebuah tempat yang engkau anggap sebagai tempat ternyaman baginya?

Sungguh bekerja bagimu bukanlah materi soal yang akan diujikan di akhirat kelak, tapi melindungi, merawat dan mendidik anakmu sejak dalam kandungan adalah PR yang harus engkau siapkan jawabannya sejak saat ini. Tidakkah engkau cemburu duhai ibu manakala anakmu lebih dekat dengan wanita yang tidak melahirkannya? Tidakkah engkau merasa sangat kehilangan kesempatan mendapatkan pahala berlipat ganda manakala anakmu belajar dari pengajaran orang lain? Tidakkah engkau takut wahai ibu tatkala anakmu lebih menyayangi dan mendoakan orang lain? Jika saja bayimu bisa berkata, mungkian ia akan berkata; “Ibu, aku ingin sekolah bersamamu.”

Barang titipan wajib dijaga

Anak adalah titipan dan amanah dari Allah. Wajib bagi kita untuk menjaganya, memberikan semua yang ia butuhkan bukan yang ia inginkan, mendidiknya dengan cinta dan akhlak, menyiapkannya menjadi manusia yang mulia di sisi Allah. Hingga kebahagian dunia akhirat yang akan kita rasakan.

Jika motor saja begitu berharga bagimu maka anak adalah harta yang paling berharga diantara barang termahal bagimu. Wajib untuk engkau jaga.

Allahu a’ lam bish showab

***

Penulis: Ummu Inas Yuli Erawati
Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits

Catatan redaksi: Tulisan ini adalah renungan kepada para wanita untuk memperhatikan kewajiban utamanya sebagai wanita yaitu mengurus keluarga dan anak-anaknya. Adapun mengenai wanita bekerja, hal ini tidak dilarang dengan beberapa ketentuan. Dan terkadang, pada beberapa kondisi seorang wanita dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kewajiban mengurus anak dan tuntutan untuk bekerja. Maka bisa jadi secara kasuistik tiap orang berbeda-beda, maka bisa ditimbang mashlahat dan madharatnya, mana yang lebih banyak mashlahatnya dan lebih sedikit madharatnya. Semoga Allah memberi jalan keluar yang terbaik untuk kita semua.

Artikel WanitaSalihah.Com

2 comments
  1. Prastika

    15 October , 2016 at 8:49 am

    permisi saya mau tanya, usia saya 19 tahun. Ayah saya sudah meninggal sejak saya kelas 3 smp. Tanpa sepengetahuan saya Mama saya menikah lagi saat saya kelas 3 sma. Tapi menikah siri, setahun lalu mama dan suami sirinya memiliki anak perempuan. Anak perempuan itu mereka titipkan di Rumah Yatim Yatim Dhuafa. Bagai mana hukum nya?

    Reply
    • WanitaSalihah.Com

      28 October , 2016 at 9:30 am

      Subhanallah… anak baru lahir punya ayah ibu yang masih hidup tapi dititipkan ke panti anak yatim. Salah satu efek buruk nikah siri, suami dengan mudah melarikan diri dari tanggungjawab menafkahi anak istri. Allahulmusta’aan

      Reply

Leave a Reply to WanitaSalihah.Com Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.