Benarkah Rasulullah Mewasiatkan Urusan Kekhalifahan kepada Ali?


Wasiat Khalifah

Dalam Ash-Shahihain diriwayatkan dari hadits Al-A’masy dari Ibrahim at-Taimi, dari ayahnya, dia berkata, “Ali bin Abi Thalib pernah berpidato di hadapan kami dan berkata, ‘Barangsiapa menganggap kami memiliki sesuatu wasiat (dari Rasulullah) yang kami baca selain kitabullah dan apa yang terdapat dalam sahifah -secarik kertas yang tergantung pada gagang pedangnya yang berisi tentang umur unta dan alat pengobatan luka-luka- maka sesungguhnya dia telah berkata dusta! ….’” (Muttafaqun ‘alaihi)

Hadits dari Ali radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan secara shahih dalam Shahihain maupun dalam kitab lainnya tersebut merupakan bantahan telak terhadap kaum syi’ah Rafidhah yang beranggapan bahwa Rasulullah telah mewasiatkan urusan kekhalifahan kepada dirinya.

Jika benar apa yang mereka klaim itu, pastilah tidak satupun sahabat berani menolak wasiat tersebut, sebab mereka adalah generasi yang paling patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, baik ketika Rasul hidup maupun setelah beliau wafat. Dan sangat mustahil jika mereka berani mengubah wasiat Rasulullah dengan mengajukan calon yang tak pernah dipilih oleh beliau, atau sebaliknya mengenyampingkan orang yang beliau tunjuk. Mustahil hal ini para sahabat lakukan, dan barangsiapa menganggap para sahabat berbuat demikian berarti ia telah terang-terangan menyatakan bahwa seluruh sahabat adalah fasik dan telah bersepakat membangkang perintah Rasulullah dan menentang hukum serta wasiat beliau. Barangsiapa berani berbuat hal itu berarti dia telah melepaskan dirinya dari ikatan islam. Dan secara ijma’ dihukumi kafir oleh seluruh ulama, bahkan darah mereka itu lebih halal untuk ditumpahkan.

Selanjutnya, jika wasiat ini memang ada, mengapa Ali tidak menjadikannya sebagai senjata untuk menghujat para sahabat bahwa beliaulah yang berhak mengemban urusan kekhalifahan?? Jika ternyata beliau tidak dapat menjalankan wasiat tersebut, maka beliau dianggap lemah, dan seorang yang lemah tidak pantas menjadi pemimpin (khalifah).

Jika ternyata beliau mampu, tetapi tidak melaksanakannya, berarti beliau seorang pengkhianat, dan seorang pengkhianat adalah fasik yang harus disingkirkan dari kursi kekhalifahan.

Jika ternyata beliau tidak tahu bahwa ada wasiat tersebut maka beliau adalah seorang yang jahil. Lalu bagaimana pula jika beliau sendiri tidak tahu sementara orang yang datang setelahnya mengetahui hal ini? Bukankah ini suatu perkara yang mustahil dan dusta yang dibarengi dengan kejahilan dan kesesatan?

Oleh karena itu anggapan seperti ini hanya dapat diterima oleh benak-benak orang jahil dan tertipu dengan diri mereka sendiri. Anggapan yang telah dihiasi oleh tipu muslihat setan tanpa dalil maupun keterangan yang nyata. Hanyalah bualan dan omong kosong yang penuh dengan kedustaan. Semoga kita dilindungi oleh Allah dari kejahilan mereka yang penuh dengan kehinaan dan kekafiran..

***

Diketik ulang dari terjemah al-Bidayah wan Nihayah pembahasan Khulafa Rasyidin, Judul buku Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, penerbit Darul Haq.

WanitaSalihah.Com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.