Cara Mengganti Puasa Ramadhan (6): Bolehkah Puasa Qadha Dibatalkan?


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid hafidzahullah

Pertanyaan:
Apa hukum membatalkan puasa qadha yang wajib?

Jawab:

Segala puji hanya milik Allah.

Siapa saja yang memulai puasa wajib seperti qadha Ramadhan atau kafarah sumpah, maka tidak boleh membatalkannya tanpa udzur seperti sakit atau safar.

Jika dia membatalkannya, baik karena udzur maupun tanpa udzur, maka wajib baginya mengganti (puasa) hari itu.
Dia berpuasa pada satu hari sebagai gantinya namun tidak wajib bayar kafarah. Karena kafarah tidak diwajibkan kecuali disebabkan jima’ di siang hari di bulan Ramadhan.

Silakan merujuk pada pertanyaan no.49750

Apabila dia membatalkan puasa qadha tanpa udzur maka wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah dari perbuatan haram tersebut.

Ibnu Qudamah berkata,

وَمَنْ دَخَلَ فِي وَاجِبٍ , كَقَضَاءِ رَمَضَان , أَوْ نَذْرٍ ، أَوْ صِيَامِ كَفَّارَةٍ ; لَمْ يَجُزْ لَهُ الْخُرُوجُ مِنْهُ , وَلَيْسَ فِي هَذَا خِلافٌ بِحَمْدِ اللَّهِ

“Barangsiapa yang memasuki ibadah wajib – seperti qadha puasa Ramadhan, puasa nadzar, puasa kafarah – maka tidak boleh keluar darinya (membatalkannya).
Perkara ini tidak ada beda pendapat diantara ulama, segala puji hanya bagi Allah.”
Demikian nukilan secara ringkas.

An-Nawawi mengatakan dalam kitab Al-Majmu (6:383),
“Andai ada seseorang berjimak ketika puasa selain puasa Ramadhan, seperti puasa qadha, puasa nadzar atau yang lainnya maka tidak ada kewajiban bayar kafarat. Ini merupakan pendapat jumhur.
Adapun pendatadah Qatadah, ‘Wajib bayar kafarah bagi yang membatalkan puasa qadha Ramadhan’.”
Lihat Al-Mughni (4:378).

Syaikh Bin Baz rahimahullah pernah ditanya (15:355) dalam kitab Majmu’ Al-Fatawa:
Suatu hari, saya mengerjakan puasa qadha. Namun, usai shalat dhuhur saya merasa lapar, lalu saya makan dan minum dengan sengaja. Bukan karena lupa, bukan pula karena tidak tahu (hukum makan dengan sengaja membatalkan puasa). Apa hukum perbuatanku ini?

Kemudian beliau menjawab,
“Wajib bagimu menyempurnakan puasa dan tidak boleh membatalkannya apabila puasa tersebut adalah puasa wajib seperti qadha puasa Ramadhan atau puasa nadzar.
Engkau harus bertaubat atas perbuatanmu itu. Dan barangsiapa yang bertaubat, Allah akan menerima taubatnya.” Demikian.

Syaikh Ibn ‘Utsaimin rahimahullaahu Ta’ala ditanya (20:450):
Beberapa tahun yang lalu saya berpuasa untuk mengganti hutang yang wajib bagi saya. Lalu saya membatalkannya dengan sengaja dan setelah itu saya mengganti puasa tersebut di salah satu hari. Sedangkan saya tidak tahu apakah (puasa tersebut) diganti dengan satu hari sebagaimana yang saya lakukan?
Ataukah dengan puasa selama dua bulan berturut-turut?
Apakah saya wajib bayar kafarah?
Saya berharap faidah.

Beliau menjawab:
“Jika seseorang telah memulai puasa wajib, seperti qadha puasa ramadhan, kafarah sumpah, dan kafarah tebusan mencukur rambut dalam haji yaitu mencukur ketika kondisi ihrom sebelum tahallul, serta puasa wajib lain yang serupa maka dia tidak boleh membatalkannya kecuali karena udzur syari.
Hal ini berlaku untuk semua orang yang memulai ibadah wajib maka wajib menyempurnakannya (hingga selesai). Tidak boleh membatalkannya kecuali karena udzur syari yang diijinkan.
Wanita ini yang telah memulai qadha puasa wajib, kemudian dia batalkan satu hari dihari-hari pelaksanaan qadha tanpa udzur, lalu dia ganti puasa yang ditinggalkan di hari itu maka tidak ada masalah.
Karena qadha puasa boleh sehari puasa dan sehari tidak. Tetapi dia wajib bertaubat dan beristighfar kepada Allah ‘azza wa jalla karena apa yang terjadi yaitu membatalkan puasa wajib tanpa udzur.”

Ketika seorang muslim memulai puasa qadha Ramadhan, apakah boleh membatalkan tanpa udzur syar’i?
Udzur apa sajakah yang diijinkan sehingga seseorang boleh untuk berbuka?

Maka kami katakan:
Jika seorang muslim memulai puasa wajib seperti qadha Ramadhan, nadzar, dan kafarah. Maka jelas, tidak boleh dibatalkan tanpa alasan syar’i.
Seandainya dia melakukannya, dia telah berdosa karena membatalkan ibadah wajib, juga karena ibadahnya hanya untuk main-main.
Berdasarkan mafhum sabda Nabi shalallaahu ‘alaihu wa sallam kepada Ummu Hani’ radhiyallahu ‘anha. Ketika beliau berpuasa kemudian membatalkannya.
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bertanya,

أكنت تقضين شيئاً” فقالت: لا. قال: “فلا يضرك إن كان تطوعاً

“Apa kamu sedang mengqadha puasa?”.
Jawab Ummu Hani,  ” Tidak”.
Nabi shallallahu’alaihi wasallam berkata, “Tidak akan membahayakanmu jika itu puasa sunah.”
(Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam sunannya.)

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Tidak akan membahayakanmu jika itu adalah puasa sunnah”
menunjukkan bahwa jika puasanya adalah puasa wajib lalu dia batalkan tanpa uzur syar’i maka akan mendatangkan bahaya bagi pelakunya.
Makna “bahaya” dalam hadits ini tidak lain adalah “dosa”.

Adapun uzur-uzur syar’i yang membuat seseorang boleh membatalkan puasanya atau bahkan wajib membatalkan ketika puasa wajib, sama dengan uzur yang menyebabkan seseorang boleh membatalkan puasanya ketika tengah menjalani puasa Ramadan, yaitu:

1. Sakit parah yang semakin menjadi-jadi bila si penderita tetap berpuasa atau dikhawatirkan menghambat kesembuhannya.

2. Safar (perjalanan jauh) yang dilakukan qashar shalat.

3. Haid dan nifas.

4. Hamil atau menyusui, jika keduanya khawatir terhadap dirinya atau bayinya.

Wallahu a’lam.

***
Sumber: https://islamqa.info/ar/49985
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah wanitasalihah.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.