Siapakah Pihak yang Boleh Memberikan Hadiah Perlombaan?


Para ulama sepakat bahwa pemenang tiga perlombaan (pacu kuda, pacu unta dan memanah) boleh mendapatkan hadiah dari pihak ketiga yaitu pemerintah, sponsor atau donatur.

Al-Qurthubi berkata,
“Perlombaan pacu unta, pacu kuda atau memanah yang hadiahnya diberikan oleh pemerintah atau donatur berupa sumbangan dari harta pribadinya, kemudian diberikan kepada pemenang, hukumnya boleh berdasarkan ksepakatan para ulama.” (Tafsir Al-Qurthubi, 9:147)

Ibnu Hajar berkata,
“Perlombaan pacu unta, pacu kuda atau memanah, para ulama sepakat bahwa pemenangnya boleh mendapatkan hadiah yang berasal dari pemerintah.” (Fathul Bari, 6:85)

Para ulama juga sepakat bahwa hadiah yang diberikan oleh satu peserta saja hukumnya boleh. Jika yang menjanjikan hadiah keluar sebagai pemenang, dia tidak mendapatkan apa-apa. Dan jika lawan tandingnya yang keluar sebagai pemenang, ia memberikan hadiah kepada lawannya.

A-Nawawi berkata, “Hadiah yang berasal dari salah seorang peserta yang mengatakan, ‘Jika engkau mampu mengalahkan aku (lomba pacu kuda, pacu unta dan memanah) untukmu hadiah sekian, dan jika saya yang mengalahkanmu engkau tidak dikenakan apapun jua’, maka hukum hadiah ini dibolehkan. (Minhajuth Thalibin, 3:351)

Hal ini diperkuat oleh kisah lomba gulat antara Rukanah bin Yazid dengan Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Rukanah pernah menantang Nabi shallallahu’alaihi wasallam berhasil menjatuhkan Rukanah. Lalu beliau mengambil seekor kambing.
Kemudian Rukanah mengajak adu dulat lagi dan selalu terjatuh. Seraya berkata, “Wahai Muhammad, demi Allah selama hidup saya belum pernah kalah adu gulat, engkau bukanlah manusia biasa.”
Rukanah pun masuk Islam dan Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengembalikan kambingnya. (HR. Abu dawud dan At-Tirmidzi. Al-Bani menyatakan hadis ini dhaif. Akan tetapi Al-hafidz Abdul Ghani mengatakan, “Bahwa adu gulat antara Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan Rukanha ada dasarnya.” (At-talkhis Al-Habir, 4:400)

Jika hadiahnya berasal dari setiap peserta, yang menang mendapatkannya sedang yang kalah tidak mendapat apa-apa maka perlombaan ini hukumnya haram dan termasuk pwejudian. Kecuali ada seorang peerta yang tidak membayar apapun. Jika ia menang, dia berhak mendapatkan hadiah. Orang tersebut dinamakan (muhallil).

Perlombaan seperti ini jelas hukumnya judi, sebagaimana dikatakan oleh Ar-Ramli, “Jika peserta sebuah lomba mensyaratkan siapa yang menang ia berhak mendapatkan hadiah sekian dari yanng kalah maka hukum perlombaannya tidak sah. Karena setiap peserta berada diantara kondisi untung dan rugi. Inilah perjudian yang diharamkan kecuali ada peserta yang ikut tanding tanpa membayar.” (Nihayatul Muhtaj, 8:168)

Hal ini disepakati haramnya oleh ulama sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hazmi, ia berkata, “Para ulama umat telah sepakat bahwa perjudian yang diharamkan Allah Ta’ala yaitu dua orang yang melakukan perlombaan, siapa yang keluar sebagai pemenang berhak mendapat hadiah dari peserta yang kalah.” (Al-Qimar, Haqiqatuhu wa Ahkamuhu, hal.339)

Haramnya hukum perlombaan ini juga merupakan keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami (Divisi Fikih OKI) tentang kaidah umum perlombaan yang dibolehkan pemenangnya mendapatkan hadiah. Keputusan No. 127 (1/14) tahun 2003 yang berbunyi, “Sebuah perlombaan, pemenangnya boleh mendapat hadiah dengan syarat… bahwa hadiah seluruh atau sebagiannya tidak berasal dari semua peserta.”

****
Sumber: Harta Haram Muamalat Kontemporer (hal. 269-271), DR. Erwandi Tarmizi, MA. BMI Publishing Bogor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.