Beginilah Ketekunan Ulama dalam Mencari Ilmu Yang paling berhak untuk kita habiskan hari-hari kita, dan yang harus kita tingkatkan semangatnya adalah kesibukan diri dalam mencari ilmu syar’i yang diajarkan oleh manusia paling baik yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Seorang yang berakal tidak akan ragu, bahwa sumber ilmu syar’i adalah kitabullah dan sunnah RasulNya shallallahu’alaihi wasallam. Adapun ilmu-ilmu lain yang merupakan alat untuk memahami keduanya (Al-Qur’an dan Sunnah) merupakan barang hilang yang harus dicari. Jika ia merasa asing dari keduanya maka sungguh ia berada pada kondisi bahaya yang harus dijauhi. Para ulama salaf kita telah memahami akan hal ini. Mereka mencari ilmu syar’i dengan semangat dan kesungguhan, ketekunan belajar dan menghabiskan seluruh waktunya untuk menulis, menghafal dan mengarang. Hingga ilmu syar’i menjadi kenikmatan dan surga akhirnya mereka rasakan. Mari kita petik sekelumit kisah indah mereka. Istirahatnya seorang ulama untuk berpikir Ibnu Uqail menceritakan ketekunannya dalam membaca dan meraih ilmu. Beliau berkata, “Sesungguhnya tidak halal bagi saya untuk menyia-nyiakan sesaat pun dari waktuku tanpa faedah. Hingga bila lisan saya berhenti dari belajar, menghafal dan berdiskusi, mata saya berhenti dari membaca buku maka saya gunakan pikiranku ketika istirahat. Saya tidak bangun kecuali sudah terlintas dalam benakku apa yang akan saya tulis. Saya merasakan semangat belajar ilmu ketika berusia 80 tahun melebihi semangat yang saya rasakan ketika berusia 20 tahun.” Mempersingkat waktu makan Sungguh betapa tekunnya mereka dalam belajar ilmu. Ibnu Uqail Al-Hambali berkata, “Saya persingkat waktu makan saya sesingkat mungkin, sampai saya memilih kue basah daripada roti tawar kering, karena antara keduanya ada perbedaan aktu dalam mengunyahnya. Sehingga cukup untuk menelaah dan menulis ilmu yang belum saya dapatkan.” Tidak banyak ngobrol Kesungguhan Imam Ibnu Sukainah dalam memanfaatkan waktu untuk menuntut ilmu sampai pada keadaaan yang sangat mengagumkan. Yahya bin Qasim berkata, “Ibnu Sukainah tidak menyia-nyiakan sedikitpun dari waktunya. Apabila kami masuk ke majlisnya, ia berkata kepada kami, “Jangan lebih dari Assalamu’alaikum (tidak perlu banyak bicara) karena kesungguhan beliau dalam belajar dan menulis hukum.” (Thabaqatusy Sya’iyah As-Subki, 5:137) Menyewa toko buku dan mengantongi kitab Al-Mubarrid berkata, “Saya tidak pernah mengetahui orang yang bersemangat kepada ilmu melebihi tiga orang Al-Jahizh, Al-fath bin Khaqan dan Isma’il bin Ishaq Al-Qadhi. Tentang Al-jahizh, bila ada kitab ditangannya, beliau membacanya dari awal sampai akhir kitab. Beliau menyewa toko warraqin (orang-orang yang menulis ulang kitab dan tokonya seperti toko buku sekarang). Beliau bermalam disana untuk membaca semua kitab itu. Tentang Al-fath, beliau membawa kitab dalam kantong bajunya. Apabila beliau bangun dari tempat duduknya untuk shalat atau buang air kecil atau untu keperluan lainnya, beliau (berjalan sambil) membaca kitabnya sehingga sampai ke tempat yang ingin ia tuju. Beliau melakukan hal serupa ketika kembali dari keperluannya. Tentang Ismail bin Ishaq, saya tidak pernah menemuinya kecuali ditangannya ada buku yang ia baca atau beliau membongkar buku-buku untuk mencari buku yang akan beliau baca.” (Taqyiidul ‘Ilm, Al-Khatib Al-Baghdadi) Belajar banyak pelajaran dalam sehari Para ulama salaf berusaha keras mendapatkan ilmu sampai saat mereka berjalan di jalan-jalan. Imam Nawawi pada awal belajarnya, setiap hari beliau membaca dua belas pelajaran kepada para gurunya lengkap dengan penjelasan dan koreksinya. Yaitu dua pelajaran dalam kitab Al-Wasith, tiga pelajaran dalam kitab Al-Muhadzdzab, satu pelajaran pada kitab Al-Luma’ karya Ibnu Janny, satu pelajaran dalam kitab Ishlahul Mantiq (ilmu bahasa), satu pelajaran dalam Ilmu Sharaf, satu pelajaran dalam Ushul Fiqh, satu pelajaran dalam Asmaur Rijal dan satu pelajaran dalam ilmu Ushuluddin (aqidah). Sibuk menuntut ilmu, waktunya barakah An-Nawawi berkata, “Saya mengomentari semua yang berkaitan dengan penjelasan-penjelasan kitab yang sulit, atau kalimat-kalimat yang sulit dan tata bahasanya. Allah memberikan barakah pada waktu saya dan kesibukan saya serta membantu saya untuknya.” Imam Nawawi tidak pernah menyia-nyiakan waktunya, baik di waktu malam atau siang kecuali menyibukkan dirinya dengan ilmu. Sehingga ketika beliau berjalan di jalanan, beliau mengulang-ulang ilmu yang telah dihafalnya, atau membaca buku yang ditelaahnya sambil berjalan. Beliau melakukan hal ini selama enam tahun. Beliau tidak makan dalam sehari semalam kecuali satu kali, yaitu setelah shalat Isya’ di waktu akhir. Dan beliau minum sekali di waktu sahur. Semuanya beliau lakukan karena kesibukannya dalam belajar. Abu Bakar Khayyath An-Nahwi (seorang pakar Nahwu) menggunakan seluruh waktunya untuk membaca, bahkan ketika ia berjalan. Terkadang beliau terjatuh di lubang atau ditabrak binatang di jalan (karena tenggelam dalam bacaannya). (Al-Hatstsu Ala Thalabil ‘Ilmi, Abu Hilal Al-Askari) Tidak meninggalkan ilmu sekalipun saat di WC Sebagian diantara mereka karena giatnya memanfaatkan waktunya, tidak meninggalkan menuntut ilmu, bahkan di dalam kamar kecil (WC) sekalipun. Ibnu Rajab Al-Hanbal berkata, “Imam Majduddin bin Taimiyyah apabila beliau masuk WC untuk membuang hajat, beliau berkata kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Bacalah kitab ini dan angkatlah suaramu! (agar aku bisa mendengarmu dari dalam)! Ibnu Rajab berkata, “Hal ini menunjukkan kuatnya semangat dalam belajar ilmu dan meraihnya serta dalam menjaga waktunya.” (Dzailut Thabaqatil Hanabilah, Ibnu Rajab, 1:145) Tetap belajar ketika menghadiri acara resepsi Para penuntut ilmu selalu bersama orang-orang shalih, hingga di acara-acara resepsi. Diantaranya seperti yang diceritakan Hilal Al-Askari beliau berkata, “Tsa’lab ( nama aslinya Ahmad bin Yahya Asy-Syaibani, tokoh Nahwu dan ilmu qiro’at yang tersohor) tidak pernah berpisah dari buku yang dia pelajari. Apabila ada seorang yang mengundangnya untuk resepsi, beliau memberikan persyaratan agar di tempat duduknya diberikan tempat luang seukuran tempat duduk untuk menaruh kitabnya dan dia bisa membacanya.”(Al-Hatstsu Ala Thalabil ‘Ilmi, Abu Hilal Al-Askari) Belajar sambil makan Sebagian ulama salaf, karena terlalu semangatnya dalam belajar, mereka tetap belajar hingga saat mereka makan. Ibrahim bin Isa Al-Muradi berkata, “ Saya tidak pernah melihat orang yang lebih rajin dalam menuntut ilmu melebihi Hafidz Abdul Azhim Al-Mundziri. Saya bertetangga dengannya di madrasah di Kairo selama dua belas tahun dan rumah saya diatas rumahnya. Saya tidak pernah bangun di waktu malam atau saat-saat di waktu malam kecuali saya mendapatkan lampu di rumahnya menyala. Beliau menyibukkan diri dengan belajar dan menulis. Sampai ketika beliau makan dan minum, kitabnya selalu berada du depannya, beliau membaca dan menelaahnya.” (Bustanul Arifin, Imam An-Nawawi) Serius dalam belajar Ahmad bin Salamah teman Imam Muslim, penulis kitab Shahih Muslim berkata, “Imam Muslim dibuatkan sebuah acara untuk mendiskusikan hadis, beliau dibacakan sebuah hadis yang tiadk beliau ketahui. Beliau kembali ke rumahnya kemudian menyalakan lampu dan berkata kepada orang0orang yang ada di rumahnya, ‘Tidak boleh seorang pun masuk kedalam kamar ini!’ Seseorang berkata, ‘Kita diberi hadisa orang satu keranjang kurma’. Lalu Imam Muslim berkata, ‘Berikan padaku.’ Merekapun memberikannya kepada Imam Muslim beliau mencari hadis (yang tidak diketahui sebelumnya) dalam kitab-kitabnya sambil mengambil kurma dan mengunyahnya sampai tiba waktu shubuh. Kurma telah habis dan hadis baru didapatkan. (Karena seriusnya beliau dalam mencari hadis tersebut, beliau tidak sadar telah memakan kurma hingga satu keranjang). Al-hakim berkata, ‘Saya diceritakan oleh orang bisa dipercaya, bahwa Imam Muslim sakit setelah memakan kurma tersebut dan setelah itu beliau meninggal dunia.” (Shiyanatush Shahih Muslim, Ibnu Shalih) Begitulah keadaan orang-orang shalih, Para ulama yang jujur. Wahai orang-orang yang lemah semangatnya! Orang-orang telah berjalan, sementara Anda masih tertidur. Mereka telah sampai sementara Anda masih berangan-angan. Apakah Anda tidak punya semangat sebagaimana mereka memiliki semangat yang tinggi itu? *** Sumber: 102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara, hal.114. Artikel wanitasalihah.com November 20, 2017 by WanitaSalihah.Com 0 comments 4471 viewson Khazanah Share this post Facebook Twitter Google plus Pinterest Linkedin Mail this article Print this article Tags: Kesungguhan ulama dalam belajar, Obat malas belajar, Ulama salaf menuntut ilmu Next: 8 Metode Praktis Belajar Ilmu Agama Previous: 7 Adzab Allah Kepada Fir’aun dan Orang-orang Kafir