Tidak Hanya Al-Maidah 51, Ayat yang Membungkam Pembela Pemimpin Kafir


Dalil yang megharamkan orang kafir menjadi pemimpin bagi umat Islam sangatlah banyak. Tidak hanya Al-Maidah ayat 51 yang santer belakang ini. Sejumlah ayat dengan tegas dan jelas memberi peringatan orang beriman untuk tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, teman setia, pelindung ataupun penolong.

Pemimpin umat Islam haruslah berasal dari kalangan mereka sendiri. Selamanya tidak akan pernah diijinkan di dalam agama Allah ini, pemimpin umat Islam, penguasa ataupun raja umat Islam berasal dari orang kafir. Ini sesuatu umum yang diketahui oleh setiap muslim. Tidak ada satupun umat Islam terdahulu hingga sekarang yang menyelisihinya kecuali mereka orang–orang munafik.

1. Perintan Allah untuk taat kepada pemimpin yang beriman.


An-Nisa: 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”

Pihak yang diajak bicara dan yang dipanggil pada ayat ini adalah orang-orang beriman. Allah Ta’ala membatasi lafadz “ulil amri” dengan firmanNya, MINKUM (dari kalangan kalian sendiri). Jadi ulil amri (penguasa) yang Allah maksudkan agar orang beriman menaatinya adalah pemimpin yang berasal dari kalangan orang-orang beriman bukan dari kalangan orang kafir.
Ayat ini dengan tegas menunjukkan perintah Allah Ta’ala untuk taat kepada ulil amri yang beriman. Dan tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali pada perkara yang Allah cintai dan Allah ridhai.
Ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala hanya meridhai pemimpin beriman bukan pemimpin yang kufur kepadaNya.
Allah Ta’ala hanya mencintai pemimpin yang taat bukan pemimpin yang durhaka kepadaNya.
Allah Ta’ala hanya mencintai pemimpin yang menajdi Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagi pedoman hidup bukan pemimpin yang ingkar kepada Al-Qur’an dan AS-Sunnah.
Allah Ta’ala hanya mencintai pemimpin yang mengagungkan Al-Qur’an bukan pemimpin yang menghina Al-Qur’an.

2. Allah melarang orang beriman memberikan loyalitas kepada orang kafir, menjadikan mereka sebagai teman setia,merasa condong terhadap mereka, walaupun mereka tinggal di negeri Islam.
Adapun sikap menerima seorang kafir menjadi pemimpin bagi umat Islam adalah bentuk loyalitas dan kecondongan paling besar.

Al Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,

ولما كانت التولية شقيقة الولاية كانت توليتهم نوعاً من توليهم . وقد حكم تعالى بأن من تولاهم فإنه منهم، ولا يتم الإيمان إلا بالبراءة منهم، والولاية تنافي البراءة، فلا تجتمع البراءة والولاية أبداً، والولاية إعزاز فلا تجتمع هي وإذلال الكفر أبداً، والولاية وصلة، فلا تجامع معاداة الكافر أبداً

Tatkala pelantikan (orang kafir) di posisi seperti pemerintahan maka pelantikan ini termasuk jenis sikap loyal terhadap mereka. Sungguh Allah Ta’ala telah menetapkan, barang siapa yang loyal kepada orang kafir maka ia bagian dari mereka. Tidak akan sempurna keimanan seseorang hingga ia berlepas diri dari orang kafir. Sementara sikap loyal (menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, teman dekat atau penolong) meniadakan sikap al baro’ (berlepas diri). Dan sikap loyal terhadap orang kafir selamanya tidak akan pernah bersatu dengan sikap berlepas diri. Pengangkatan pemimpin adalah bentuk kecintaan. Dan kecintaan terhadap orang kafir selamanya tidak akan pernah bersatu dengan perendahan terhadap mereka. Pengangkatan pemimpin adalah bentuk persaudaraan. Dan persaudaraan terhadap orang kafir selamanya tidak akan pernah bersatu dengan permusuhan terhadap mereka. (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, 1:499)

Sejumlah ayat dengan tegas mengharamkan sikap loyal terhadap orang kafir. Barangsiapa yang mengingkarinya sungguh dia telah kufur terhadap Al-Qur’an.


Al-Maidah : 51

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُم

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka…


Al-Maidah: 57

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman.”


Al Maidah: 80

تَرَىٰ كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ

Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.”


Al-maidah: 81

وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَٰكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ

Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.”


An-Nisa: 138-139

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا

Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”


A-Nisa : 144

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۚ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin, teman setia, penolong) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”


Al-Imran: 28

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”


Al-Mumtahanah: 1

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ ۙ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.”


Al-Mumtahanah: 4

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.


Al-Mujadalah 22

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka..”

3. Allah Ta’ala telah berjanji tidak akan memenangkan orang kafir atas orang beriman

Allah dzat yang Maha mengalahkan telah berfiman,


An-Nisa: 141

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”

Kabar dari Allah Subhanhu wa Ta’ala adalah sebuah kebenaran. Dan janji Allah Ta’ala adalah sebuah kepastian. Kemenangan dan kejayaan hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang sempurna keimanannya. Kapanpun umat Islam telah sempurna imannya maka tidak akan ada jalan bagi orang kafir mengalahkannya. Adapun sebaliknya bila umat islam lemah imannya maka akan ada jalan bagi orang kafir menguasai umat Islam. Namun hal ini tidak akan berlangsung selamanya, sebab umat Islam masih memiliki ashlul iman (pokok keimanan) pada diri mereka, juga dengan sebab masih adanya umat islam yang berusaha untuk kembali ke ajaran islam yang murni, Islam yang sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.

Kata sabiila yang terdapat dalam ayat diatas memiliki sejumlah makna sebagaimaman yang dijelaskan para ulama. Diantara maknanya adalah hujjah, dzafar(kemenangan), ghalabah (kemenangan, kejayaan), tasyrii’.

Adapun makna tasyri’ masksudnya semua urusan orang beriman. Tercakup didalamnya semua jalan yang menunjukkan kemenangan, peenguasaan dan ketinggian orang kafir diatas umat Islam. Sehingga mereka (umat Islam) berkewajiban untuk tidak memberi jalan kemenangan bagi orang-orang kafir. Dan tidak ada jalan yang lebih besar kemenangannya dari jalan pengangkatan seorang kafir menjadi waliyul amr(penguasa) umat Islam.
Tidak samar lagi bagi orang berakal, bahwa pelantikan orang kafir menjadi pemimpin umat Islam adalah pemberian kekuasaan penuh kepada orang kafir atas semua urusan umat Islam. Bahkan kekuasaannya lebih besar dari kekuasaan seorang tuan terhadap budaknya. Karena urusan pemimpin adalah tentang perintah yang maruf dan larangan dari kemungkaran, tentang ijtihad yang mewajibkan ketaatan dan ketundukan terhadap pemimpin. Oleh karena tu tidak mungkin tidak, pemimpin umat Islam haruslah dari kalangan mereka sendiri. Allahua’lam

Washallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi washahbihi wasallam.

****
Penyusun: Ummu Fatimah Abdul Mu’ti
Sumber:
http://www.saaid.net/Doat/alsharef/46.htm
Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnul Qayyim.
Artikel wanitasalihah.com

2 comments
  1. Ahmad

    26 October , 2016 at 11:27 am

    kalau dengan ayat ini bagaimana?

    Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri. (QS Al Maidah: 82)

    Reply
    • WanitaSalihah.Com

      28 October , 2016 at 9:11 am

      Ayat ini turun terkait dengan masuk Islamnya para delegasi yang diutus raja Najasyi untuk menghadap Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka mendengar, melihat sifat-sifat Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, dibacakan Al Quran kepada mereka, hingga akhirnya mereka masuk Islam, mereka menangis, takut kepada Allah. Mereka tidak menyombongkan diri menerima kebenaran. Umat kristiani yang seperti itulah yang dekat persahabtannya dengan orang beriman yang akhirnya menuntun mereka untuk masuk islam.
      Adapun umat nashrani yang sombong tidak mau menerima kebenaran, tidak mau beriman kepada Allah, tidak mau beriman kepada Muhammad shallallahu’alaihi wasallam bahkan melecehkan al quran maka untuk mereka permusuhan selamanya sampai mereka menyembah Allah semata dan beriman kepada kerasulan Muhammad shallallahu’alaihi wasallam.
      Allahua’lam

      Reply

Leave a Reply to Ahmad Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.