Mengambil Kembali Sedekah dan Pemberian?


sedekah dan pemberian

Shadaqah (sedekah) ialah pemberian yang diniatkan (dimaksudkan) untuk mencari ganjaran pahala di sisis Allah ta’ala. (At Ta’riifaat hlm. 132 karya al-Jurjani rahimahullah)

Ibnu Manzhur rahimahullah berkata, ”Sedekah ialah apa yang diberikan kepada orang fakir karena Allah.” (VII/309).

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Disebut sebagai sedekah karena ia merupakan sebuah bukti atas kepercayaan pelakunya dan kebenaran (shidq) keimanannya, baik lahir maupun batin, maka sedekah itu adalah keyakinan dan kebenaran imannya.”(Syarh Shahih Muslim [VII/48])

Adapun pemberian (sumbangan) ialah harta yang diberikan pemiliknya kepada orang lain, baik tujuannya karena mangharapkan wajah Allah ta’ala, atau menginginkan kecintaan (orang yang diberi), atau selain itu. Pemberian lebih umum daripada zakat, sedekah, hibah dan yang sepertinya. (Az Zakaah fil Islam [hlm.451] karya Syaikh Sa’id bin Wahf al Qahthani hafidzahullah)

Ada juga bentuk derma selain sedekah yang sering kita dengar, yaitu hadiah, pemberian, hibah dan wasiat.

Hadiah ialah pemberian tanpa mengharapkan imbalan atau balasan sebagai bentuk mendekatkan diri kepada orang yang diberikan hadiah atau adanya hubungan atau untuk menghormati. (Mu’jam Lughah al Fuqahaa’ [hlm.465] dinukil dari az Zakaah fil Islam [hlm.547]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al Bukhari dalam al Adabul Mufrad no. 594)

Pemberian ialah sesuatu yang diberikan kepada orang tanpa mengharapkan imbalan. Baik berupa hadiah, hibah maupun sedekah. (Mu’jam Lughah al Fuqahaa’ [hlm.285] dinukil dari az Zakaah fil Islam [hlm.546]).

Hibah ialah memberikan hak kepemilikian tanpa mengharapkan imbalan.

(at Ta’rifaat [hlm.256] dan Mu’jam Lughah al Fuqahaa’ [hlm.465] dinukil dari az Zakaah fil Islam [hlm.547])

Wasiat ialah memberikan hak kepemilikan kepada orang lain setelah mati. (Mu’jam Lughah al Fuqahaa’ [hlm.475] dinukil dari az Zakaah fil Islam [hlm.547])

Hukum-hukum hadiah, hibah, sedekah, dan pemberian adalah sama. Hanya ada sedikit perbedaan. Jika suatu pemberian dimaksudkan untuk menghormati orang yang diberi maka itu disebut hadiah. Jika yang dimaksudkan hanya untuk mendapatkan pahala akhirat maka disebut sedekah. Umumnya sedekah ini diberikan kepada orang yang membutuhkan. Wallahu a’lam.

(Irsyaad Ulil Bashaa-ir wal Albaab li Nailil Fiqhi bi Aqrabith Thuruqi wa Aisaril Asbaabi [hlm.235-236] karya al ‘alamah Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as Sa’di rahimahullah dan az Zakaah fil Islam [hlm.549])

Sedekah, hadiah, hibah dan pemberian tidak boleh diambil kembali oleh orang yang memberikannya.

Rasullulah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ

“Orang yang mengambil kembali hibahnya kedudukannya seperti anjing yang muntah kemudian anjing itu kembali memakan muntahannya.” (HR. Muslim no. 3051)

Dalam lafazh Al-Bukhari yang lain disebutkan:

ليس لنا مثل السوء الَّذِي يَعُودُ فِي هِبَتِهِ كالكلب يَرْجِعُ فِي قَيْئِهِ

“Bukan milik kami sifat yang jelek. Orang yang mengambil kembali hibahnya kedudukannya seperti anjing yang kembali memakan muntahannya.”

Dalam lafazh Muslim disebutkan:

مَثَلُ الَّذِي يَرْجِعُ فِي صَدَقَتِهِ كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ فَيَأْكُلُهُ

“Perumpamaan orang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah kemudian anjing itu kembali memakan muntahannya tersebut.”

(Muttafaq ‘alaih; HR.Al Bukhari no. 2589, 2621, 2622, 6975  dan Muslim no. 1622 dari Ibnu ‘abbas radhiyalahu ‘anhuma).

Adapun seorang anak boleh mengembalikan apa yang telah diberikan ayahnya kepadanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ يُعْطِي عَطِيَّةً ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا إِلَّا الْوَالِدَ فِيمَا يُعْطِي وَلَدَهُ وَمَثَلُ الَّذِي يُعْطِي عَطِيَّةً ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا كَمَثَلِ الْكَلْبِ أَكَلَ حَتَّى إِذَا شَبِعَ قَاءَ ثُمَّ عَادَ فِي قَيْئِهِ

“Tidak halal bagi seorang muslim memberikan suatu pemberian atau memberikan hibah kemudian mengambilnya kembali, kecuali pemberian seorang ayah kepada anaknya. Dan perumpamaan orang yang memberi kemudian mengambil kembali seperti anjing yang makan; jika kenyang ia muntah kemudian ia kembali memakan muntahannya.” (Shahih, HR. Abu Dawud no. 3539, at Tirmidzi no. 2132, dan Ibnu Majah no. 2377).

***

Sumber: Sedekah Sebagai bukti Keimanan dan Penghapus Dosa, karya Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullah

Penerbit Pusta at Taqwa

Artikel WanitaSalihah.Com

2 comments
  1. abu fathima

    2 March , 2015 at 12:16 pm

    bismillah,
    mohon ijin utk copas.
    jazaakumullohu khoiron

    Reply
    • Athirah

      13 March , 2015 at 9:12 am

      @ Abu Fathima

      Silakan

      Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.