Meninggalkan Shalat Ashar Ternyata Sangat Berbahaya


makmum masbuk

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid hafidzahullah

Pertanyaan:
Aku pernah mendengar bahwa bila saya meninggalkan shalat Ashar maka akan terhapus amalan saya seluruhnya. Kemudian aku juga mendengar bahwa yang terhapus hanyalah amalan pada hari itu saja. Manakah pendapat yang benar?

Jawaban:

Alhamdulillah,

Pertama,

Terdapat ancaman keras bagi orang yang meninggalkan shalat ‘Ashar dengan sengaja sampai keluar waktunya. Imam Bukhari (no. 553) meriwayatkan dari Buraidah bin Hushaib Al-Aslami radhiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ ، فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُه

‘Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar maka sungguh amalannya akan terhapus.’”

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Sanadnya no. 26946 dari Abu Darda’ radhiyallahu’anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ مُتَعَمِّدًا ، حَتَّى تَفُوتَهُ ، فَقَدْ أُحْبِطَ عَمَلُهُ

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar dengan sengaja sampai waktunya berlalu maka sungguh amalannya terhapus.’”
Hadis ini dinilai shahih oleh Syaih Al-Albani rahimahullah dalam Shahihut Targhib wat Tarhib.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Kehilangan waktu shalat ‘Ashar lebih berat dari pada kehilangan shalat lainnya. Karena shalat Al wustha (shalat ‘Ashar) dikhususkan dengan perintah untuk menjaganya. Shalat ini pula yang telah diwajibkan atas umat sebelum kita. Kemudian mereka menyia-nyiakannya.” (Majmu’ Fatawa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah, 22/54)

Kedua,

Para ulama rahimahumullah berselisih pendapat tentang ‘ancaman’ bagi orang yang meninggalkan shalat ‘Ashar. Apakah ancaman disini difahami sesuai makna dzahir kata ataukah tidak. Dalam hal ini ada dua pendapat:

Pendapat pertama:
Bahwa ancaman tersebut difahami sesuai dengan dzahir kata. Orang yang meninggalkan shalat ‘Ashar sekali saja dengan sengaja sampai keluar waktunya maka dia dianggap kafir. Pendapat ini yang dipilih Ishahq bin Rohawaih dan pendapat yang dipilih ulama mutaakhkhirin (masa kini) seperti Syaikh Ibnu Baz rahimahumallah.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
“Shalat Ashar adalah shalat yang besar nilainya. Disebut sebagai shalat wustha dan paling utama diantara shalat-shalat lima waktu yang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman,

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS. Al-Baqarah:238)

Allah mengkhususkan shalat wustha dengan penyebutan tambahan. Maka wajib bagi setiap mulsim dan muslimat memberi perhatian yang lebih terhadap shalat ini. Hendaknya mereka menjaganya. Wajib pula bagi mereka untuk menjaga seluruh shalat lima waktu dalam keadaan suci dan tuma’ninah (tenang) dan selainnya. Hendaknya para lelaki memberi perhatian agar menunaikan shalat secara berjama’ah (di masjid).
Nabi shallallahu’alaihi wasallam shalat ini dalam sabda beliau,

من ترك صلاة العصر حبط عمل

“Barangsiapa meninggalkan shalat ‘Ashar niscaya terhapuslah amalannya.”
Beliau shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda,

من فاتته صلاة العصر ، فكأنما وُتر أهله وماله

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar seakan dirampas keluarga dan hartanya.”
Ini menunjukkan permasalahan ini sangat besar. pendapat yang benar bahwasanya orang yang meninggalkan shalat-shalat lainnya, juga akan terhapus amalannya. Karena dia telah kafir, menurut pendapat yang shahih. Akan tetapi Nabi shallallahu’alaihi wasllam mengkhususkan penyebutan shalat ‘Ashar disini menunjukkan bahwa shalat tersebut teramat istimewa. Padahal hukumnya sama; barangsiapa yang meninggalkan shalar Dzuhur atau Maghrib atau Isya’ atau Subuh dengan sengaja maka terhapus amalnya. Karena dia telah kafir. Maka wajib menjaga shalat lima waktu seluruhnya. Barangsiapa yang meninggalkan salah satunya, maka seakan dia meninggalkan shalat seluruhnya. Wajib bagi laki-laki dan perempuan menjaga shalat lima waktu seluruhnya pada waktu-waktu (yang telah ditentukan). Akan tetapi pada shalat ‘Ashar terdapat keistimewaan yang agung, (barangsiapa yang meninggalkannya) dikenai hukuman yang lebih keras dan dosa yang lebih besar. Pada shalat ‘Ashar juga terdapat pahala yang agung bagi orang yang menjaganya dan istiqomah mengerjakannya bersama shalat-shalat yang lain. (Fatawa Nur ‘Ala Darb)

Syaikh Ibnu ‘Ustaimin rahimahullah berkata saat menjelaskan hadits diatas,
“Diantara keutamaan shalat ‘Ashar secara khusus bahwasanya orang yang meninggalkan shalat ‘Ashar maka amalannya akan terhapus. Karena shalat ‘Ashar memiliki kedudukan yang agung. Sebagian ulama berdalil dengan hadis ini, bahwa orang yang meninggalkan shalat ‘Ashar maka dia telah kafir. Karena seseorang tidak akan tehapus amalannya kecuali orang yang murtad. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah:217)

Sebagian ulama berpendapat, shalat ‘Ashar secara khusus. Barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir. Demikian pula orang yang meninggalkan shalat-shalat secara umum, maka dia telah kafir. Pendapat ini dekat dengan kebenaran. (Syarhu Riyadushshalihin)

Pendapat kedua:
Bahwasanya ancaman yang terdapat dalam hadis tersebut, tidaklah dihukumi secara dzahirnya. Para ulama yang berpedapat demikian, berbeda-beda dalam mempresentasikan hadis ini hingga mendapat beberapa pendapat:

Hadis ini dibawa ke dalam pengertian bahwa orang yang meninggalkan shalat ‘Ashar tersebut meyakini bolehnya (meninggalkan shalat ‘Ashar).

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa terhapusnya amalan hanya khusus amalan shalat itu sendiri. Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar sampai keluar waktunya maka ia tidak akan memperoleh pahala orang yang mengerjakan shalat ‘Ashar tepat pada waktunya. Maka yang dimaksudkan dengan ‘amal’ dalam hadis adalah shalat ‘Ashar itu sendiri.

Ibnu Baththal rahmahullah berkata, “Bab barangsiapa yang meningalkan shalat ‘Ashar’. Dalam riwayat hadis ini ada perowi bernama Buraidah. Beliau berkata di suatau hari yang mendung, “Bersegeralah kalian menngerjakan shalat ‘Ashar. Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ صَلاةَ الْعَصْرِ ، فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُه

“Barangsiapa yang meninggakan shalat ‘Ashar sungguh amalannya kan terhapus.”

Al-Milhab berkata, “Maksudnya, barangsiapa yang meningalkan shalat ‘Ashar dengan menyia-nyiakannya dan mengabaikan keutamaan waktunya sementara ia mampu menunaikan shalat tersebut maka terhapus amalannya yang berkaitan denga shalat itu sendiri. Yaitu dia tidak memperoleh palaha orang yang shalat tepat pada waktunya dan juga tidak memiliki amalan yang akan diangkat malaikat. (Syarh Shahihil Bukhari Libni Baththal, 2:176)

Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan banyak pendapat ulama terkait takwil (penafsiran) makna hadis ini. Beliau rahimhaulah berkata,
“Para ulama Hanabilah berpegang dengan (makna) dzahir hadis ini. Dan yang mengikuti pedapat Hanabilah ini, mereka yang mengatakan bahwa seseorang meninggalkan shalat maka telah kafir.
Adapun mayoritas ulama, mereka mentakwilkan (menafsirkan) hadis tersebut, sementara mereka sendiri juga berberda-beda dalam penafsirannya.

1. Diantara mereka menafsirkan pada ‘sebab meninggalkan shalat Ashar’.
2. Sebagian lagi menafsirkan tentang makna ‘terhapus’nya.
3. Sebagian lagi menafsirkan tentang makna‘amalannya’.

-Ada yang mengatakan yang dimaksudkan hadis adalah orang yang meninggalakn shalat ‘Ashar dengan mengingkari kewajibannya.
-Ada yang mengatakan yang dimaksdukan hadis adalah orang yang meningalkan shalat karena malas. Akan tetapi ancaman yang keluar berupa peringatan yang sangat keras. Dan yang nampak tidaklah dimaksudkan demikian (tidak dimaksudkan makna dzahirnya). Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,

لَا يَزْنِي الزَّانِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Tidaklah seorang pezina itu melakukan zina sementara dia seorang mukmin.”

-Ada yang yang berpendapat yang dimaksudkan dengan kata ‘terhapus’ adalah berkurangnya amalan di waktu itu yaitu ketika amalan diangkat kepada Allah. Maka seakan yang dimaksudkan dengan kata ‘amal’ dalam hadis adalah amal shalat secara khusus. Yaitu tidak akan diperoleh pahala orang yang shalat Ashar dan tidak pula amalan shalatnya diangkat (kepada Allah) ketika itu.

-Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan kata ‘amal’ dalam hadis adalah amalan dunia yang menjadi sebab dirinya sibuk sehingga meninggalkan shalat. Ini artinya dia tidak akan memperoleh manfaat dengan ‘amalan dunianya’ tersebut, sekaligus tidak akan menikmatinya.

Dan pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran dari beberapa penafsiran ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa hadis ini keluar sebagai peringatan yang keras akan tetapi yang dimaksudkan tidak sebagaimana (makna) dzahirnya. Allahua’lam. (Syarhul Bukhari, 2/31)

Dan pendapat yang kuat –allahua’lam– bahwa orang yang meninggalkan shalat Ashar tidak terlepas dari keadaan berikut:
1.Apakah ia meninggalkan shalat secara keseluruhan, tidak shalat sema sekali. Maka orang semacam ini telah kafir dan amalannya terhapus karena kekafirannya.
2. Atau ia meninggalkan shalat namun kadang-kadang saja. Maksudnya terkadang ia mengerjakan shalat dan terkadang ia meninggakannya. Maka orang semacam ini tidak dihukumi kafir. Meskipun amalannya di hari ketika ia meninggalkan shalat Ashar telah terhapus.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Terkadang orang-orang membicarakan makna hadis ini (yaitu hadis “Barasngsiapa yang meninggalakan shalat Ashar…dst) namun tidak ada hasilnya sama sekali.
Dan yang nampak dalam hadis tersebut –wallahua’lam– dengan maksud yang diinginkan Rasulullah shallallahu’alahi wasallam bahwasanya ‘meninggalkan’ itu ada dua bentuk: meninggalkan secara keseluruhan, tidak shalat sama sekali. Maka amalan orang ini akan terhapus seluruhnya. Jenis kedua meninggalkan secara musiman di hari tertentu. Maka orang seperti ini, akan terhapus amalannya di hari itu. Terhapusnya amalan secara keseluruhan sebanding dengan meninggalkan secara keseluruhan. Dan terhapusnya amalan di hari tertentu sebanding dengan meninggalkan shalat di hari tertentu.” (Ash-Shalat wa Ahkamu Tarikiha, hal. 65)

Allahua’lam

****
Sumber: https://islamqa.info/ar/145252
Diterjemahkan oleh Tim penerjemah Wanitasalihah.com
Artikel wanitasalihah.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.