Apakah Wanita Haid Boleh Berwudhu Sebelum Tidur?


Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid hafidzahullah

Pertanyaan:
Apakah disyariatkan bagi wanita haid berwudhu di tengah masa haid?
Mungkinkah hal ini dapat diqiyaskan dengan perbuatan Nabi shallallahu’alaii wasallam yang berwudhu sebelum tidur sementara beliau dalam kondisi junub? Tatkala wanita haid berwudhu apakah dengan wudhunya tersebut bisa dikatakan dia telah berbuat bid’ah? Barakallahufikum wanafa’a bi’ilmikum.

Jawaban:
Terdapat dalam hadis shahih bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam berwudhu sebelum beliau tidur sementara beliau dalam kondisi junub. Beliau shallallahu’alaihi wasallam juga menganjurkan hal demikian.

Dari Abi Salamah berkata,

سَأَلْتُ عَائِشَةَ أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْقُدُ وَهُوَ جُنُبٌ قَالَتْ : نَعَمْ ، وَيَتَوَضَّأُ

“Aku bertanya kepada ‘Aisyah, ‘Pernahkah Nabi shallallahu’alaihi wasllam tidur dalam kondisi junub? Beliau menjawab, ‘Pernah dan beliau berwudhu (sebelumnya).'” (HR Bukhari no.282)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha bekata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاة

“Jika Nabi shallallahu’alaihi wasallam dalam kondisi junub kemudian beliau ingin makan atau tidur maka beliau berwudu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (HR.Muslim no. 305)

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata,
Mayoritas ulama berpendapat tentang hadis ini mereka mengatakan bahwa seseorang yang junub kemudian ingin tidur hendaknya ia mencuci kemaluannya dan berwudhu.
Diantara sahabat yag memerintahkan demikian adalah Ali, Ibnu Umar, ‘Aisyah, Syaddad ibnu Aus, Abu Sa’id A-Khudri, Ibnu Abbas radhiyallahu’anhum ajma’in. Ini juga pendapat Al-Hasan, ‘Atha’, Ibnul Mubarak, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishhaq dan ulama lainnya. Mereka memakruhan meninggalkan perbuatan tersebut (mencuci kemaluan dan berwudhu) sementara ada kemampuan melakukannya.
Diantara ulama lainnya berpendapat hukumnya wajib dan berdosa bila ditinggalkan. Ini merupakan salah satu riwayat dari Malik. Pendapat inilah yang dipilih Ibnu Habib dari murid-muridnya. Juga pendapat sekelompok ulama dzahiri.
(Fathul Baari Libni Rajab, 1:357)

Yang nampak dalam hal ini bahwasanya wanita yang junub dengan laki-laki yang junub memiliki kedudukan yang sama. Karena pada asalnya keduanya memiliki kesaamaan dalam hukum kecuali jika terdapat dalil yang membedakan keduanya.

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata,
“Mereka (para ulama) berselisih pendapat apakah wanita junub dalam hal ini sama seperti laki-laki junub ataukah tidak? Sebagian kelompok berpendapat keduanya sama saja. Ini pendapat Al-Laits, salah satu riwayat dari Ahmad. Beliau mengaskan kesamanaan keduanya dalam wudhu dan makan.
Kelompok kedua berpendapat bahwa hukum makruh disini khusus untuk laki-laki bukan untuk wanita. Pendapat ini ditegaskan Imam Ahmad. Beliau beralasan bahwa ‘Asiyah radhiyallau’anha (saat meriwayatkan hadis diatas) tidak menyebutkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan beliau untuk berwudhu. Namun beliau hanya mengkhabarkan wudhu Nabi semata. (Fathul Baari Libni Rajab, 1:358)

Apakah wanita haid juga dianjurkan berwudhu sebagaimana laki-laki junub ketika akan makan dan minum?
Jawab:
Tidak, karena hadas yang dialami wanita haid berupa darah yang terus menerus keluar. Dan wudhu yang ia lakukan tidak bemanfaat untuk meringankan hadas yang ia alami. Bahkan seandainya ia mandi, tidak juga bermanfaat bagi dirinya. Adapun orang junub, tatkala ia mandi maka hadas junub akan terangkat dan bila ia berwudhu akan dapat meringankan hadas junubnya. Akan tetapi jika wanita haid tersebut telah suci (namun belum mandi wajib) maka benar bila mengqiyaskannya dengan junub. Ia boleh berwudhu sebelum makan dan sebelum tidur.

Al-hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
“Ibnu Daqiqil ‘Id berkata, ‘Imam Syafi’i rahimahullah menegaskan bahwa wudhu sebelum tidur tidak berlaku bagi wanita haid. Karena andai wanita tersebut mandi, hadas (haid) tidak akan terangkat darinya berbeda dengan hadas junub. Akan tetapi jika darah telah terputus maka dianjurkan baginya berwudhu. (Fathul Bari, 1:395)

Dan yang nampak dari dalil-dalil syariat bahwasanya wudhu dapat meringankan hadas junub bagi laki-laki dan perempuan.

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata, “Hadis-hadis yang telah disebutkan tentang masalah ini menunjukkan bahwasanya wudhu dapat meringankan hadas junub.” (Fathul Bari Libni Rajab, 1:358)

An-Nawawi rahimahullah berkata,

وأصحابنا متفقون على أنه لا يُستحب الوضوء للحائض والنفساء [يعني : قبل النوم] ؛ لأن الوضوء لا يؤثر في حدثهما ، فإن كانت الحائض قد انقطعت حيضتها صارت كالجنب

“Para ulama Syafi’iyyah sepakat bahwa tidak disyariatkan wudhu bagi wanita haid dan nifas (yakni wudhu sebelum tidur). Karena wudhunya tersebut tidak berpengaruh terhadap status hadas keduanya. Adapun jika darah haid telah berhenti maka statusnya berubah menjadi seperti junub. (Syarh Muslim, 3:218). Allahua’lam

****
Sumber: https://islamqa.info/ar/155247
Diterjemahkan oleh Tim penerjemah Wantasalihah.Com
Wanitasalihah.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.