Thala’al Badru ‘Alaina : Senandung Penduduk Kota Madinah Menyambut Kedatangan Rasulullah?


Oleh: Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf hafidzahullah


Al-Kisah

Konon diceritakan bahwa setelah Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan Abu Bakar radhiyallahu’anhu menempuh perjalanan panjang yang melelahkan di tengah intaian kaum kuffar Quraisy maka akhirnya Allah Azza wa Jalla menyelamatkan mereka hingga sampai ke kota Madinah.
Sementara, penduduk kota Madinah dari kaum laki-laki, wanita dan anak-anak setiap harinya keluar menuju rumah menuju pinggiran kota menunggu kedatangan beliau shallallahu’alaihi wasallam.
Jika sampai sore hari belum ada tanda-tanda kedatangan beliau shallallahu’alaihi wasallam maka mereka pulang dengan perasaan kecewa. Sehingga suatu ketika dari kejauhan nampak debu berterbangan yang semakin lama semakn dekat. Mereka berharap-harap cemas siapakah gerangan yang datang tersebut? Alangkah bahagianya mereka tatkala mengetahui bahwa yang datang adalah Rasulullah shallallallahu’alaihi wasallam, sosok agung yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya, lalu mereka semua menyenandungkan bait syait berikut:

طلع البدر علينا من ثنيات الوداع
وجب الشكر علينا ما دعا لله داع
أيها المبعوث فينا جئت بالأمر المطاع

Telah muncul purnama kepada kita,
Dari daerah Tsaniyatul Wada’,
Wajiblah bagi kita untuk bersyukur,
Selagi masih ada orang yang berdoa kepada Allah Azza wa Jalla,
Wahai orang yang diutus kepada kami,
Engkau telah datang kepada perkara yang ditaati.


Kemasyhuran Kisah Ini

Saya rasa tidak ada seorang pun yang tidak mengetahui kisah ini, hampir semua kitab sejarah yang menceritakan kedatangan Rasulullah shallallahu ‘aaihi wasallam ke kota Madinah dalam perjalanan hijrah agung beliau shallalahu’alaihi wasallam menyebutkannya.

Bahkan senandung bait syair ini sudah menjadi bahan nyanyian sebagian kaum muslimin dan mereka menganggapnya sebagai sebuah nyanyian islami (?), karena bait syair ini –dalam anggapan mereka- adalah untuk menyambut kedatangan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam setelah perjalanan hijrah beliau. Wallahulmusta’aan.


Derajat Kisah

Kisah ini lemah.


Takhrij Kisah Ini

Diriwayatkan oleh Abul Hasan Al-Khol’i dalam Al-Fawaid 2:233, beliau berkata, “Telah mengakhabarkan kepada kami Abu Bakar Al-Ismaili berkata, ‘Saya mendengar Abu Khalifah berkata, ‘ Saya mendnegar Ibnu ‘Aisyah berkata, ‘Tatkala Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam datang ke kota Maadinah maka anak-anak dan wanita bersenandung thala’al badru alaina…’”

Sanad hadis ini lemah karena Ibnu ‘Aisyah beliau bernama ‘Ubaidillah bin Muhammad bin ‘Aisyah, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal no. 4262, “Ubaidillah bin Muhammad bin Hafsh bin Umar bin Musa bin ‘Ubaidillah bin Ma’mar Al-Quraisyi At-Tamimi, Abu Abdirrahman Al-Bishri. Dia lebih dikenal dnegan nama Al’Aisyi dan Ibnu ‘Aisyah karena dia keturunan ‘Aisyah binti Thalhah bin ‘Ubaidillah.
Dia termasuk gurunya Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dan termasuk orang yang mengambil dan meriwayatkannya dari tabi’ut tabi’in.
Sanad kisah ini terputus tiap tingkatan secara berurutan yaitu sahabat, tabi’in dan tab’ut tabi’in. Dan hadis dengan sanad semacam inilah dinamakan para ulama hadis dengan mu’dhol, sedangkan mu’dhol adalah sebuah hadis yang lemah.

Asy Syakhowi berkata dalam Fathul Mughits, 1:185, “Mu’dhol dalam istilah para ulama adalah hadis yang sanadnya terputus dua orang atau lebih secara berurutan.”
Dengan sebab inilah para ulama melemahkan haids ini, meskipun sangat masyhur. Diantarara mereka adalah Imam Al-Iroqi dalam Takhirj Al-Ihya, 2:244, Al-Albani dalam Adh-Dha’ifah no.598, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad, 3:10, Ibu Hajar dalam Fathul Baari dan lainnya.


Sisi kelemahan lainnya

Kisah ini pun lemah ditinjau dari sisi matannya. Yaitu bahwa daerah Tsaniyatul Wada’ adalah sebuah daerah di seberang utara kota Madinah sedangkan Mekah berada di sebelah selatan kota Madinah. Dan orang Makkah yang akan menuju kota Madinah tidak akan pernah melewati daerah Tsaniyatul Wada’. Inilah yang disyaratkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zadul Ma’ad, beliau berkata, “Sebagian perowi salah tatkala meriwayatan, kisah ini terjadi saat kedatangan beliau shallallahu’alaihw asallam dari Makkah ke Madinah. Ini adalah sebuah kesalahan yang sangat nyata karena daerah Tsaniyatul Wada’ berada di arah Syam. Daerah ini tidak akan pernah dilihat oleh orang yang datang dari Makkah ke Madinah dan tidak akan dilewati kecuali oleh orang yang berangkat dari Madinah menuju Syam.” (Zadul Ma’ad, 3:10)


Bersama Al-Ghazali dan Kitab Beliau Ihya ‘Ulumuddin

Kisah diatas digunakan dalil oleh Al-Ghazali dalam kitab tenar beliau Ihya’ Ulumuddin, 2:275 untuk menghalakan nyanyian dan musik. Beliau berkata, “Sisi dibolehkannya nyanyian adalah bahwa nyanyian adalah sesuatu yang bisa membangkitkan rasa senang dan gembira maka semua yang boleh untuk bersenang-senang dengannya maka boleh pula untuk membangkitkan ras senang dengan sesuatu tersebut. Dan yang menunjukkan akan bolehnya hal ini adalah riwayat yang menyatakan bahwa saat kedatangan Rasululah shallallahu’laihiwasallam ke kota Madinah maka para wanita menabuh duff (semaca gendang tanpa suara gemerincing) dan menyenandungkannya.”


Nukilan dari Imam Al-Ghazali ini salah dari tiga sisi:

Pertama: kisah ini adalah lemah sebagaimana keterangan diatas.

Kedua: beliau menambahkan dalam riwayat tersebut lafazd yang tidak ada asalnya yaitu, “…..maka para wanita menabuh duff dan menyenandungkannya…”
Tambahan ini sering digunakan oleh sebagian kalangan untuk menghalalkan musik padahal tambahan ini tdiak ada asal usulnya.

Imam Al-Iroqi berkata dalam Takhij Ihya’ (2:275), “Hadis tentang para wanita yang bersenandung saat kedaangan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Dalailun Nubuwah secara mu’dhol, namun tidak terdapat adanya tambahan menabuh duff dan nyanyian.”

Syiakh Al-Albani rahimahullah berkata, “Al-Ghazali menyebutkan kisah ini dan menambah dengan menyebutan adanya ‘menabuh duff dan nyanyian’ padahal tambhaan ini tidak ada asal usulnya sebagimana yang disebutkan Al-Hafiz Al-Iroqi. Banyak orang tertipu dengan tambahan ini sehingga sebagian kalangan menyebutkan kisah ini sebagai dalil bolehnya nyanyian. Andai haids ii shahih maka tetap bukan dalil untuk membenarkan pendapat mereka.

Ketiga: Al-Ghazali membolehkan nyanyian dan musik padahal keduanya sangat jelas keharamannya. Sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah shallallahu’alaih wasallam dalam banyak hadis diantaranya:

Hadis pertama,

Dari Abu Malik Al-“asy’ari berkata, “Rasuullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحِرَ والحرير والخمر والمعازف

“Sungguh akan ada sekolompok dari umatku yang menganggap halal zina, sutra, khamer (minuman keras) dan alat musik.” (HR. Bukhari no.5590)

Al-Ma’azif adalah alat musik. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah alat musik. Tidak ada perselisihan diantara para ulama bahasa mengenai arti ini.”

Hadis kedua,
Dari Anas bin Malik berkara, “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

صوتان ملعونان في الدنيا والآخرة: مزمارٌ عند نعمة , ورنة عند مصيبة

‘Dua suara yang dilaknat di dunia dan diakherat adalah bunyi seruling ketika mendapatkan nikmat dan rintihan ketika mendapatkan musibah.’” (Hadis shahih riwayat Al-Bazzar dalam Musnad beliau 1:377, Abu Bakar asy-Syafi’i 2:22, Dhiya’ Al-Maqdisi, 6:188)

Hadis ketiga,

Dari Abdullah bin Abbas radhoyallahu’anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wasalam bersabda,

إن الله حرّم عليّ الخمر والميسر والكوبة وكل مسكر حرام

‘Sesungguhnya Allah mengharamkan kepadaku khamer, judi, gendang, dan setiap yang memabukkan adalah haram.’”(Hadis shahih riwayat Abu Dawud no. 3696, Baihaqi 10:221, Ahmad 1:274, Abu Ya’la no. 2729, Ibnu Hibban no. 5341)

Hadis keempat,

Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu’anhuma
bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

إن الله عزوجل حرم الخمر والميسر والكوبة والغبيراء وكل مسكر حرام

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan khamer, judi, gendang, ghubaira’ (minuman yang memabukkan yang terbuat dari jagung) dan setiap yang memabukkan adalah haram.” (hadis hasan riwayat Abu dawud no. 3685, Thahwi 2:325, Baihaqi 10:221, Ahmad 2:157)

Hadis kelima,
Dari Imran bin Hushain radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

يكون في أمتي قذفو ومسخ وخسف

Akan terjadi pelemparan pada umatku, dirubahnya manusia menjadi bentuk lain dan terjadinya gempa.”
Lantas beliau shallallahu’alaihi wasallam ditanya,
Kapankah itu terjadi wahai Rasulullah?
Beliau shallallahu’alaihi wasallam menjawab,
Jika alat musik telah semarak, banyaknya penyanyi dan khamer ditenggak.” (hais hasan riwayat At-Tirmidzi no. 2213, Ibnu ‘Abid Bunya 1:2, Abu Amr Ad-dani 1:39, Ibnu Najjar 18:251)

Hadis-hadis ini sangat tegas menunjukkan haramnya musik. Dan kalaupun riwayat tadi (thala’al badru) itu shahih maka sama sekali tidak bisa dibawa kepada apa yang dilakukan oleh orang-orang yang membolehkan musik saat ini, yang mereka namakan dengan musik atau nasyid islami(?).
(Lihat Tahrim Ala Tharb , Syaikh Al-Albani rahimahullah)


Kisah lain yang juga lemah

Dari Anas radhiyallahu’anhu berkata, Nabi shallallahu’alaihi wasllam datang ke kota Madinah. Tatkala beliau sudah masuk ke kota, seluruh penduduk Madinah baik laki-laki maupun wanita berkata, “Kemari wahai Rasulullah!
Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasllam bersabda, “Biarkan onta ini karena dia sedang diperintah.” Ternyata onta tersebut berhenti di pintu rumah Abu Ayyu. Maka keluarlah wanita-wanita bani Najjar sambil menabuh duff sambil bersenandung ,
Kami adalah wanita-wanita Bani Najjar.
Alangkah bagusnya bertetangga dengan Muhammad.”

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam keluar menemui mereka dan bersabda,
Apakah kalian mencintaiku?” Mereka menjawab,
Benar wahai Rasuullah.
Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
“Demi Allah, saya pun mencintai kalian.”

Kisah ini diriwayatkan oleh Baihaqi rahimahullah dalam Dalailun Nubuwwah 2:508.
Beliau rahimahullah berkata, “Telah mengabarkan kepada saya Abul Hasan Ali bin Umar berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Abdullah bin Mukhollad Ad-Dauri berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Shirmah berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bi Sa’id dari Ishhaq bin Abdillah bin Abu Thalhah dari Anas radhiyallahu’anhu berkata…”

Hadis ini lebih lemah dari sebelumnya karena Ibrahim bin Shirmah adalah seorang pendusta.

Imam Adz-dzahabi berkata, “Ibrahim bin Shirmah Al-Anshari dari Yahya bin Sa’id dilemahkan oleh Daruquthni dan yang lainnya. Ibnu Adi berkata, ‘Secara umum hadisnya munkar baik matan ataupun sanadnya.”
Ibnu Ma’in berkata, “Dia seorang pendusta lagi keji.”

***
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 5 Tahun Ketujuh/ Dzulhijjah 1428H.
Wanitasalihah.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.