Meski Berinfak Sebesar Uhud, Allah Tidak Menerimanya


mengingkari takdir Allah

(Beriman kepada takdir Allah merupakan salah satu dari 6 rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Lantas bagaimana jika kita mengingkarinya?.ed)

Mengingkari takdir memiliki beberapa tingkatan:

1. Ada pengingkaran yang dikategorikan sebagai kekufuran, sehingga menyebabkan  pelakunya keluar dari Islam (murtad). Yaitu bila ia mengingkari ilmu Allah yang mendahului segala sesuatu, atau mengingkari penulisan takdir di lauhil mahfuzh.

2. Pengingkaran yang dikategorikan sebagai perbuatan bid’ah, yang bertentangan dengan kesempurnaan tauhid. Yaitu bila ia mengingkari keumuman kehendak Allah, atau keumuman ciptaan Allah.

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

وَالَّذِى نَفْسِ ابْنُ عُمَرَ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ لأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَاقَبِلَ اللّٰهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَر

“Demi Dzat yang jiwa Ibnu Umar berada di Tangan-Nya, andaikata salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, kemudian ia menginfakkannya di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan menerimanya,hingga ia beriman dengan takdir.” (HR.Muslim)

Maksudnya: Allah tidak berkenan menerima amal shalih, kecuali dari orang yang beriman (mukmin), sedangkan orang yang mengingkari takdir dan enggan beriman dengannya, maka ia bukanlah seorang yang beriman. Dengan demikian tidak akan diterima darinya suatu amalan, walaupun ia berinfak sebesar gunung Uhud.

Lalu Ibnu Umar berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

اَلْإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَمَلَاىِٔكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنُ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّه

“Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan Hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir, takdir baik dan takdir buruk.” (HR. Muslim)

Maksud takdir baik dan takdir buruk disini adalah baik menurut anggapan manusia dan buruk menurut anggapan manusia pula. Adapun dari sisi perbuatan Allah ‘Azza wa Jalla, maka seluruh perbuatan Allah Ta’ala adalah baik, dikarenakan perbuatan-Nya sesuai dengan kebijaksanaan-Nya (hikmah-Nya).

Dan diriwayatkan dari sahabat Ubadah bin As-Shamit, ia bekata kepada anaknya:

يَابُنَىَّ إِنَّكَ لَنْ تَجِدَ طَعْمَ الإِيْمَانِ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِىَٔك ، وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّ أَوَّلَ مَاخَلَقَ اللّٰهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ اُكْتُبْ، قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ ؟ قَالَ: اُكْتُبْ مَقَادِيْرَ كُلِّ شَىْ ٍٕ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ يَابُنَىَّ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّى

“Wahai anakku! Sesungguhnya engkau tidak dapat merasakan manisnya iman, hingga engkau percaya bahwa sesuatu yang (ditakdirkan) menimpamu tidak mungkin meleset darimu. Sebaliknya, sesuatu yang tidak (ditakdirkan) menimpamu tidak mungkin menimpamu. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

”Sesungguhnya (saat) pertama kali Allah menciptakan Al Qalam (Pena), Ia berfirman kepadanya, ”Tulislah” .Mendengar perintah ini Al Qalam berkata, ”Wahai Rabb ku, apa yang harus aku tulis? Allah berfirman, ”Tulislah takdir segala sesuatu hingga kiamat tiba.”

(Lalu sahabat Ubadah bin As Shamit melanjutkan petuahnya dengan berkata), “Wahai anakku! Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

”Barangsiapa mati di atas keyakinan menyelisihi keyakinan ini, maka ia tidak termasuk dari golonganku.”

Maksud dari, “Wahai anakku! Sesungguhnya engkau tidak dapat merasakan manisnya iman, hingga engkau percaya bahwa sesuatu yang (ditakdirkan) menimpamu, tidak mungkin meleset darimu. Sebaliknya, sesuatu yang tidak (ditakdirkan) menimpamu tidak mungkin menimpamu.” Dikarenakan penentuan segala urusan telah selesai.

Dan termasuk beriman kepada takdir, meyakini bahwa Allah Ta’ala telah menjadikan manusia memiliki kemampuan memilih, sehingga mereka tidak dipaksa. Karena itu berbagai kewajiban beragama hanya dibebankan kepada orang yang mempunyai kemampuan untuk memilih.

“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wsallam  bersabda,

“Sesungguhnya pertama kali Allah menciptakan Al Qalam (pena), Ia berfirman kepadanya. ‘Tulislah’. Mendengar perintah itu, Al Qalam berkata, ‘Wahai Rabb-ku, apa yang aku tulis?’ Allah berfirman. ‘Tulislah takdir segala sesuatu hingga hari kiamat tiba.’”

Pada hadits ini, terdapat dalil tentang tahapan penulisan takdir.”

Maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. “Sesungguhnya Allah pertama kali menciptakan Al Qalam (pena)” -menurut pendapat yang benar- adalah bahwa kata

أَوَّل – bermaknakan pertama kali (tatkala/disaat). Adapun makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah Al-‘Arsy.

Pada riwayat Imam Ahmad dikatakan:

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اَلْقَلَمُ ثُمَّ قَالَ اُكْتُبْ فَجَرَى فِى تِلْكَ السَّاعَةِ بِمَا هُوَ كَاىِٔنٌ إِلَى يَوْمِ القِيَا مَة

“Sesungguhnya tatkala pertama kali Allah Tabaraka wa Ta’ala  menciptakan Al Qalam, Ia berfirman kepadanya, “Tulislah” mendengar perintah itu, Al Qalam segera menulis – pada itu saat juga – segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari kiamat.”

Dan pada riwayat Ibnu Wahhb:

قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنْ لَمْ يُؤْمِنْ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ أَحْرَقَهُ اللّٰه بِالنَّار

“Maka barangsiapa tidak beriman kepada takdir, takdir baik maupun takdir buruk, Allah akan membakarnya dengan api neraka” 

Dalam kitab al Musnad dan as Sunan dari Ibnu Dailami, ia mengisahkan:

“Aku pernah menjumpai Ubai bin Ka’ab lalu aku berkata kepadanya: Aku merasakan sesuatu dalam diriku tentang iman kepada takdir, oleh karenanya bacakanlah suatu hadits kepadaku, semoga Allah menghilangkan perasaan tersebut dari hatiku. Mendengar perkataannya beliau berkata: ”Andai engkau menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya Allah tidak akan menerimanya darimu, hingga engkau beriman kepada takdir, engkau beriman bahwa sesuatu yang (tidak ditakdirkan) menimpamu, tidak mungkin dapat menimpamu. Bila engkau mati di atas keyakinan yang menyelisishi keyakinan ini niscaya engkau menjadi penghuni neraka.”

Ibnu Dailami meanjutkan kisahnya dengan berkata: ”Selanjutkan aku menemui Abdullah bin Mas’ud, Huzaifah bin al Yaman, dan Zaid bin Tsabit, dan semuanya menyampaikan kepaku dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al Hakim dalam kitab shahihnya Al Mustadrak).

Faedah :

1. Penjelasan tentang kewajiban beriman kepada takdir.
2. Penjelasan metode beriman kepada takdir.
3. Amalan orang yang tidak beriman kepada takdir akan berguguran.
4. Pengabaran bahwa seorang manusia tidak dapat merasakan manisnya iman hingga ia beriman kepada takdir.
5. Kisah kejadian terjadi pada awal penciptaan Al Qalam.
6. Pada saat tersebut (saat diperintah), Al Qalam menuliskan segala takdir yang akan terjadi hingga hari kiamat.
7. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari orang yang tidak beriman kepada takdir.
8. Kebiasaan generasi terdahulu (salaf) dalam menepis keraguan, yaitu dengan cara bertanya kepada para ulama.
9. Selanjutnya para ulama memberikan jawaban yang dapat menyingkap keraguan tersebut, dikarenakan mereka menyandarkan jawaban tersebut hanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dinukil dari Syarah Kitab Tauhid  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at Tamimi rahimahullah, Penerbit Pustaka Darul Ilmi, Bogor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.