Perbedaan Makna Hadits, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi Beserta Perbedaan Ayat Al Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabi


Hadits Nabi Hadits Qudsi Ayat Al Quran

Perbedaan Makna Hadits, Khabar, Atsar, dan Hadits Qudsi.

a. Al-Hadits (الحديث): Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau sifat.
b. Al-Khabar (الخبر):
–> Pendapat pertama: Maknanya sama dengan hadits. Definisinya sama dengan definisi “hadits”.
–> Pendapat kedua: Khabar artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan kepada selain beliau. Dengan demikian, khabar bersifat lebih umum dan lebih luas dibandingkan hadits.
c. Al-Atsar (الأثر)
–> Pendapat pertama: Segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in.
–> Pendapat kedua: Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada keadaan tertentu. Oleh sebab itu, ada yang disebut “atsar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam”.
d. Al-Hadits Al-Qudsi (الحديث القدسي): Riwayat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Rabb-nya. Hadits qudsi juga disebut “hadits Rabbani” atau “hadits Ilahi”.

**
Referensi: Musthalahul Hadits, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 9, Arab Saudi: Penerbit Muassasah Asy-Syaikh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Al-Khairiyyah, 1435 H

 

Perbedaan Ayat Al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabi.

a. Al-Qur’an
– Disandarkan kepada Allah Ta’ala, baik secara lafal maupun makna.

b. Hadits Qudsi
– Disandarkan kepada Allah Ta’ala secara makna, tetapi tidak secara lafal.
– Membaca lafal hadits Qudsi tidaklah dianggap ta’abbudi, berbeda dengan membaca ayat Al-Qur’an yang merupakan ta’abbudi. Dengan kata lain, membaca lafal hadits Qudsi tidak sama derajat keutamaannya dengan membaca lafal ayat Al-Qur’an.
– Ayat Al-Qur’an merupakan bagian bacaan shalat, tetapi hadits Qudsi tidak menjadi bagian bacaan shalat.
– Hadits qudsi tidak dijadikan sesuatu untuk berlomba-lomba. Berbeda dengan ayat Al-Qur’an; semakin banyak seseorang membaca ayat Al-Qur’an, memahaminya, menghafalkannya, dan sebagainya maka akan semakin mulia derajatnya di akhirat.
– Tidak semua hadits qudsi diriwayatkan secara mutawatir, sehingga status hadits qudsi bermacam-macam: shahih, dhaif, atau maudhu’. Hal ini berbeda dengan Al-Quran yang diriwayatkan secara mutawatir.

c. Hadits Nabi
– Disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, baik secara lafal maupun makna.

**
Referensi: Musthalahul Hadits, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hlm. 10, Arab Saudi: Penerbit Muassasah Asy-Syaikh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Al-Khairiyyah, 1435 H

***
Diterjemahkan oleh Redaksi WanitaSalihah.Com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.