Hukum dan Batasan Memboikot Istri Fatwa Syaikh Shalih Al-Munajjid hafidzahullah Pertanyaan: Apa hukum memboikot istri selama 5 bulan berturut turut? Jawab: Tidak boleh bagi suami memboikot istri selama ini kecuali bila istri membangkang (nusyuz) yaitu durhaka kepada suami dan tidak memenuhi haknya. Suami boleh memboikotnya sampai dia bertaubat. Berdasarkan firman Allah Subahanahu wa Ta’ala, وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِي ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّٗا كَبِيرٗا “Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyūz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. An-Nisa : 34) Jika dengan cara seperti ini tidak berhasil mengobati pembangkangan istri maka hendaknya suami memilih perwakilan dari pihaknya dan istri memilih perwakilan dari keluarganya untuk memecahkan permasalahan ini dan memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. وَإِنۡ خِفۡتُمۡ شِقَاقَ بَيۡنِهِمَا فَٱبۡعَثُواْ حَكَمٗا مِّنۡ أَهۡلِهِۦ وَحَكَمٗا مِّنۡ أَهۡلِهَآ إِن يُرِيدَآ إِصۡلَٰحٗا يُوَفِّقِ ٱللَّهُ بَيۡنَهُمَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرٗا “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. An-Nisa: 35) Adapun bila istri tidak melakukan pembangkangan (nusyuz) maka tidak boleh memboikot istri dengan dua alasan: Alasan Pertama Wajib bagi suami menjaga kehormatan istri dan mempergaulinya sesuai dengan kebutuhan (biologios istri) dan sesuai dengan kemampuan suami. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ditanya tentang seorang suami menahan diri tidak menggauli istri selama satu bulan atau dua bulan. Apakah suami berdosa atau tidak? Apakah suami dituntut untuk melakukannya? Jawaban beliau, Wajib bagi suami mempergauli istri (memenuhi kebutuhan biologisnya) dengan cara yang patut. Ini adalah hak istri yang paling mendasar yang wajib dipenuhi suami. Kebutuhan yang lebih mendesak daripada makan dan minum. Adapun hubungan biologis yang wajib (paling sedikit) ada yang mengatakan empat bulan sekali. Ada yang yang berpendapat sesuai dengan kebutuhan biologis istri dan kemampuan suami. Sebagaimana suami memberi makan istri sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan suami. Pendapat yang terakhir inilah yang paling benar dari dua pendapat tersebut. (Majmu’ Fatawa, 271/32) Alasan kedua Suami yang tidak menggauli istrinya selama empat bulan sementara istrinya seorang yang taat, tidak membangkang maka hal ini diadukan kepada hakim (pengadilan agama). Nantinya hakim akan memerintahkan suami untuk menggauli istri atau menceraikannya. Dan jika suami menolak menceraikan, hakim berhak memisahkan keduanya. Para ulama yang duduk dilembaga Al-Lajnah Ad Daimah berkata, “Suami yang memboikot istri lebih dari tiga bulan jika dengan alasan istri membangkang (nusyuz), tidak menaati suami pada perkara yang wajib ditunaikan istri terhadap suaminya dan ia tetap bertahan dalam kesalahannya setelah adanya peringatan dan nasehat agar takut kepada Allah serta mengingatkan kewajiban-kewajiban istri terhadap suami maka ketika itu suami boleh memboikot istri dengan meninggalkan tempat tidurnya sebagai bentuk pelajaran bagi si istri sehingga ia memenuhi hak-hak suami dan mencari keridhoan suami. Nabi shallallahu’alaihi wasallam sendiri pernah memboikot istri beliau dan tidak menggaulinya selama satu bulan. Adapun memboikot istri dengan mendiamkannya (tidak mengajaknya bicara) maka tidak boleh lebih dari tiga hari. Berdasarkan hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ولا يحل لمسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاثة أيام “Tidak boleh bagi seornag muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (Hadis Riawayat Imam Ahmad, Al Bukhari dan Muslim dalam kitab Sahih keduanya dan Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya.) Adapun memboikot istri dengan meninggalkan tempat tidurnya lebih dari empat bulan dengan tujuan menyakitinya padahal si istri berusaha memenuhi hak-hak suami maka statusnya seperti orang yang mengucapkan ila’ (bersumpah untuk tidak menggauli istri) meskipun suami tidak melafalkan sumpahnya dan masa tenggangnya disamakan dengan ila’. Jika telah berlalu empat bulan dan suami belum rujuk kepada istrinya dan belum menggaulinya padahal ia mampu untuk jimak dan istri tidak dalam keadaan nifas atau haid maka suami diperintahkan untuk mencerai istrinya. Jika ia enggan menggauli istri dan enggan menceraikan maka hakim pengadilan agama yang akan meceraikan keduanya jika si istri meminta demikian. Hanya Allah yang memberikan taufiq. Shalawat serta slam semoga tercurah kepada Nabi kita Muahmmad beserta keluarga dan sahabatnya. Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, Syaikh Shalih Al-Fauzan serta Syaih Bakr Abu Zaid. Demikian fatwa dari Al-Lajnah Ad Daimah. Sumber: https://islamqa.info/amp/ar/answers/178188 Ringkasan: 1. Suami tidak boleh memboikot istri selama istri menjalankan kewajibannya dengan baik dan berusaha memenuhi hak-hak suami. Jika suami nekat memboikot maka batas maksimal adalah empat bulan disamakan dengan waktu tenggang ila‘. Jika tidak segera menggauli istri maka kasusnya boleh dibawa ke pengadilan. 2. Suami boleh memboikot istri jika istri nusyuz, tidak menjalankan kewajiban istri dan tidak memenuhi hak suami dengan ketentuan: Boikot terjadi setelah dilakukan peringatan kepada istri, nasehat-nasehat dan mengingatkan istri akan kewajibannya jika istri masih tetap dengan kesalahannya maka boleh diboikot. Namun jika istri menerima nasehat dan mau bertaubat maka tidak boleh ada boikot. Boikot ranjang selama istri membangkang, jika istri telah bertaubat maka selesai boikot. Boikot mendiamkan (tidak mengajak bicara) maksimal tiga hari. Penyusun: Ummu Fathimah Artikel 𝙬𝙖𝙣𝙞𝙩𝙖𝙨𝙖𝙡𝙞𝙝𝙖𝙝.com – web: wanitasalihah.com – telegram: t.me/WanitaSalihahCom – twitter: twitter.com/nengsalihah – IG: instagram.com/wanitasalihah – FB: facebook.com/wanitasalihahperhiasanterindah July 27, 2023 by WanitaSalihah 0 comments 1246 viewson Konsultasi Keluarga Share this post Facebook Twitter Google plus Pinterest Linkedin Mail this article Print this article Tags: batasan mengjahr istri, gugat cerai, istri nusyuz Next: Inilah Bentuk Ibadah Harap (الرجاء) yang Belum Banyak Diketahui Orang Previous: Saat Ini Adalah Hari Terbaik dari Semua Hari, yaitu Sepuluh Hari Pertama Dzulhijjah