KESALAHAN-KESALAHAN SEPUTAR JUM’AT (bagian 2)


6.Memanjangkan khutbah dan memendekkan shalat

Ini berseberangan dengan sunnah, karena tuntunan sunnah adalah meringkas khutbah dan membuatnya sederhana tanpa kata-kata sisipan, dan memanjangkan shalat. Dari Abdullah bin Abi Aufa, Dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanjangkan shalat dan meringkas khutbah.” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’i].

Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya shalat seseorang yang panjang dan khutbahnya yang ringkas, adalah tanda keilmuannya, maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah. Sesungguhnya penjelasan itu mampu menyihir.” [Diriwayatkan oleh Muslim].

Dalam hadits ini terdapat perintah untuk memanjangkan shalat dan meringkas khutbah, sehingga terkumpul dalam masalah ini perkataan dan perbuatan beliau.

7.Memainkan kerikil, tasbih dan yang lainnya.

Ini adalah perbuatan terlarang. Termasuk juga memainkan Ghutrah (benda melingkar yang bisanya dipakai bersama imamah/surban), pakaian, karpet masjid atau siwak, atau selain itu seperti tasbih, jam dan pena. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya, kemudian dia menghadiri shalat jum’at lalu dia diam menyimak khutbah, maka diampunilah dosanya di antara jum’at tersebut dengan jum’at yang akan datang ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang memainkan kerikil maka dia telah berbuat sia-sia.”

8.Menngkhususkan puasa hari jum’at (tanpa berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya).

Banyak hadits yang mencantumkan larangan atas perbuatan ini. Diantaranya hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallau ‘alaihi wasallam bersabda:

“Jangan sekali-sekali seorang diantara kalian berpuasa pada hari jum’at, kecuali jika dia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” [Muttafaq ‘alaih, dan lafal ini diriwayakan oleh Bukhari].

Dan dalam Shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Janganlah kalian mengkhususkan hari jum’at di antara hari-hari lain untuk berpuasa, kecuali puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang dari kalian.”

Dan di dalam Shahih Bukhari dari Juwairiyah binti Harits, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatanginya pada hari jum’at dan dia sedang bepuasa, maka beliau berkata:
“Apakah kamu puasa kemarin?” Dia menjawab: “Tidak”. Beliau berkata; “ Lalu apakah besok kamu akan puasa?” Dia menjawab: “Tidak.” Beliau berkata: “Kalau begitu, berbukalah.”

Dan masih banyak lagi hadits yang lain. Hikmah larangan ini -wallahu a’lam- adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnul Qayyim dari satu sudut pandang: “Menutup celah masuknya ke dalam agama ini sesuatu yang bukan termasuk dalam ajarannya.”

Perbuatan ini bisa menggiring kepada tasyabbuh (menyerupai) dengan ahli kitab dalam mengkhususkan sebagian hari-hari tertentu untuk lepas dari amal-amal duniawi. Dan diikutkan dengan makna ini bahwa hari jum’at merupakan hari yang secara zhahirnya lebih utama dibanding hari-hari lain,sehingga faktor pendorong berpuasa pada hari ini lebih kuat, maka hari ini menjadi hari yang dicari-cari oleh manusia untuk berpuasa dan mengadakan perayaan atas puasa tersebut yang tidak mereka rayakan atas puasa pada hari-hari lain. Perbuatan ini berarti memasukkan ke dalam syari’at perkara yang bukan termasuk ajarannya.

Berdasarkan makna ini-wallahu a’lam- dilarang mengkhususkan malam jum’at diantara hari-hari yang ada untuk shalat malam, karena merupakan malam yang paling utama (afdhal).

***

Sumber : Meneropong Dosa-Dosa Tersembunyi,karya Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad Aalu ,Penerbit At Tibyan,Solo

Artikel WanitaSalihah.Com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.