Jangan Curang! (Bagian-1)


Hukum mengurangi timbangan

 

الَّذِينَ إِذَا أَكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (۲) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (۳)

“(Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthaffifin: 2-3)

Penjelasan Ayat

Para ulama menyebutkan perbuatan curang ini merupakan salah satu contoh perkara yang dianggap sepele oleh sebagian orang. Akan tetapi, mengurangi timbangan ternyata bukanlah perkara yang ringan. Bahkan, perkara ini pernah menjadi penyebab dihancurkannya sebuah kaum, yaitu kaum Madyan yang merupakan umat Nabi Syu’aib ‘alaihissalam. Allah berfirman,

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَقَوْمِ أَعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَهِ غَيْرُهُ وَلَا تَنقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنَّى أَرَى كُم بِخَيْرٌ وَإِنَّ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمُ مُحِي

“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada sesembahan yang berhak engkau sembah selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang membinasakan (kiamat).” (QS. Hud: 84)

Perkara yang dianggap sepele oleh sebagian kita itu ternyata pernah menjadi penyebab diturunkannya azab pada kaum Madyan. Mereka membangkang dan tidak mau mengikuti perintah Allah. Setiap orang seharusnya menakar dan menimbang sesuatu dengan sempurna dan tidak boleh dikurangi dari ukuran seharusnya.

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلَّتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمٍ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al-Isra’: 35)

Penduduk Madinah menggunakan takaran karena mayoritas pekerjaan mereka adalah pengepul. Apabila mereka menjual kurma, mereka akan menggunakan takaran sha’ yang merupakan ukuran volume atau isi. Sementara itu, mayoritas penduduk kota Mekkah menggunakan timbangan karena kebanyakan mereka adalah pedagang yang menjual emas dan perak dengan cara ditimbang.

Keduanya, baik takaran maupun timbangan, haruslah disempurnakan dan pas. Sayangnya, praktik seperti ini ternyata masih sering dilakukan sampai sekarang, terutama oleh perusahaan-perusahaan besar, bahkan hingga penjual ritel atau grosir. Lalu, orang-orang miskin terpaksa membeli barang tersebut, padahal mereka mengetahui bahwa timbangannya kurang. Misalnya, pada satu karung beras tertulis 50 kilogram, tetapi setelah ditimbang ternyata kurang dari 50 kilogram. Kekurangan 1 kilogram ini mungkin dianggap sepele oleh penjualnya, tetapi hal itu merupakan masalah besar di sisi Allah. Praktik seperti ini berbahaya dan pelakunya diancam Allah dengan kebinasaan dan kehancuran.

*) Sumber: Tafsir Juz ‘Amma, Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A., hlm. 187-189.

Baca artikel Jangan Curang (Bagian 2: Bentuk-Bentuk Lain Mengurangi Timbangan) Klik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.