Kaidah-kaidah Berharga Seputar Dzikir dan Doa (3) Kaidah 4: Dzikir dengan merendahkan suara Hukum asal dalam berdzikir yaitu dengan tidak mengeraskan suara. Allah ta’ala berfirman: وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ “Dan sebutlah (Nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS Al-A’raf: 205) Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Hukum asal dalam berdzikir adalah dengan merendakan suara. Sebagaimana ditegaskan dalam Alqur’an dan As-Sunnah, kecuali (jenis dzikir) yang dikecualikan.” (Ash-Shahiihah, 7/454) Dikecualikan dalam hal ini, yaitu bolehnya berdzikir dengan mengeraskan suara pada beberapa keadaan sebagaimana dalil-dalil yang telah ada. Diantaranya adalah: 1. Ketika adzan dan iqomah. 2. Ketika bertakbir pada dua hari raya. 3. Ketika bertalbiyah saat haji dan umroh. 4. Ketika membaca do’a setelah shalat witir. Yaitu ucapan ‘Subhaanal Malikil Qudduus’. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengeraskan dan memanjangkan suara pada kali yang ketiga. 5. Ketika mengucapkan hamdalah saat bersin dan menjawabnya dengan “Yarhamukallah”. 6. Ketika mendoakan keberkahan bagi kedua mempelai yang telah menikah. Yaitu do’a “Baarakallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a baynakumaa fii khaiir.” 7. Ketika mengucapkan dan menjawab salam. Inilah diantara beberapa tempat yang disyariatkan untuk mengeraskan suara dalam berdzikir. Wallahu a’lam. Kaidah 5: Dzikir dan Doa Lafadznya Beragam Dzikir atau do’a mempunyai beragam lafadz. Maka yang sunnah adalah membacanya dengan bergantian dan tidak mengkhususkan dengan satu lafadz saja. Serta tidak boleh lafadz yang beragam ini dibaca seluruhnya dalam satu waktu. Misalnya do’a istiftah saat shalat. Tidak boleh bagi seseorang untuk membaca seluruh lafadz do’a istiftah yang ada dalam sekali istiftah. Demikian pula, tidak boleh mengkhususkan dengan satu lafadz do’a istiftah saja (yang tepat membaca doa istiftah secara bergantian, terkadang membaca lafadz yang ini terkadang membaca doa istiftah yang itu-pen). Contoh yabg lain adalah do’a saat ruku’ dan sujud, do’a tasyahud dan lain-lain. Faedah: Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sebuah kaidah bahwa ibadah apabila datang dengan beragam bentuk yang berbeda, maka selayaknya bagi manusia untuk mengerjakan seluruh ragam yang bermanfaat ini. Mengerjakan ragam ibadah ini memberi manfaat diantaranya: 1. Menjaga sunnah, dan menyebarkan macam-macam ibadah ini kepada manusia. 2. Memudahkan seorang hamba dalam ibadah. Karena sebagian bentuk ibadah ada yang lebih ringan dan sesuai dengan keadaan. 3. Lebih menghadirkan hati dan tidak membuat jenuh serta bosan. 4. Mengamalkan syariat ini dari semua sisi bentuknya.(Asy-Syarhu al-Mumti’, 2/56) ***** Sumber: Keajaiban Dzikir Pagi & Petang (judul asli: Syarh Hisnul Muslim minal Adzkaaril Kitaab was Sunnah: Adzkaarush Shabaah wal Masaa’). Majdi bin ‘Abdil Wahhab Ahmad. Penerbit: Media Tarbiyah. Bogor. Dengan sedikit tambahan dari redaksi wanitasalihah.com Artikel wanitasalihah.com April 13, 2016 by WanitaSalihah.Com 0 comments 2599 viewson Adab, Aklak, dan Doa Share this post Facebook Twitter Google plus Pinterest Linkedin Mail this article Print this article Tags: Aturan dalam berdoa, Aturan dalam berdzikir, Aturan dzikir dan doa, Kaidah doa, Kaidah dzikir Next: Anak Bermain dan Menganggu Ibunya yang Sedang Shalat Previous: Apa yang Dilakukan Abu Bakar dan Umar Ketika Melihat Orang yang Berpuasa Khusus di Bulan Rajab?