Bolehkan Keluarga Mayit Memberi Suguhan kepada Tamu yang Berta’ziyah?


melayat

Fatwa Asy Syaikh Abdul ‘Aziz Bin Abdillah Bin Baaz Rahimahullah Ta’ala

Pertanyaan:

Berilah kami pencerahan berkaitan dengan ta’ziyah. Kebiasaan yang kami lakukan jika ada orang yang meninggal, orang-orang berdatangan ke rumah keluarga mayit. Sebagian mereka membawa masakan daging hewan yang siap santap. Keluarga mayitpun beranjak untuk menyiapkan hidangan tersebut untuk para penta’ziyah lain seperti untuk makan siang ataupun makan malam. Para tamu tersebut umumnya datang untuk menasehati keluarga mayit agar bersabar. Sebagian tamu lain ada yang membawa kambing yang masih hidup dan keluarga mayit bersigap untuk mempersiapkan masakan sebagaimana mestinya. Ada juga sebagian tamu yang menjual kambingnya lalu menyerahkan kepada keluarga mayit dalam bentuk uang namun tipe seperti ini jarang dilakukan. Mereka tidak makan dan hanya duduk sebentar saja lalu pergi. Apakah perbuatan ini dibenarkan? Ataukah seorang tamu seharusnya duduk berkumpul di rumah keluarga mayit untuk menghibur mereka? Kami mengharapkan jawabannya. Jazakumullahu khairan.

Jawaban:

Tidak ada masalah dengan hal ini. Ketika masyarakat bersedekah kepada keluarga mayit  dengan membawa kambing atau daging. Ini tidak jadi masalah, mereka menghadiahkan kepada keluarga mayit. Sementara mereka tamu, hendaknya kelurga mayit memuliakannya dengan daging atau hewan yang mereka bawa.

Demikian pula ketika mereka memberi uang atau kambing atau yang lainnya, kemudian dia pergi tanpa duduk berlama-lama dengan keluarga mayit, dalam rangka membantu mereka, tidak jadi masalah.

Terdapat hadis‎ shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala beliau mengumumkan kematian Ja’far Bin Abi Thalib radhiallahu’anhu dan beliau adalah anak paman Nabi sendiri tatkala beliau terbunuh di perang Mu’tah sebuah tempat di negeri Syam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada karib kerabatnya,

ابعثوا لأهل جعفر طعاماً، فقد أتاهم ما يشغلهم

“Kirimkanlah makanan untuk keluarga Ja’far. Karena mereka sedang tertimpa musibah yang menyibukkan.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kerabat Ja’far agar mengirimkan makanan yang telah dimasak kepada keluarga Ja’far karena mereka sedang tertimpa musibah yang menyibukkan.

Dengan demikian yang lebih utama adalah memberi makanan yang sudah dimasak untuk keluarga si mayit dan bukan memberi dalam bentuk bahan mentah seperti hewan yang masih hidup. Karena jika diberi bahan mentah akan memberatkan keluarga mayit (harus menyalakan api, meracik bumbu, memasak dll).

Namun selama para tamu datang memberi makanan kepada keluarga mayit, begitu juga keluarga mayit berusaha memuliakan para tamunya dengan berbuat baik kepada mereka maka mereka semua termasuk orang-orang mulia bukan orang yang hina.

Kerabat dekat si mayit memasak makanan untuk para tamu saat makan siang atau makan malam tentu tidak mengapa dilakukan.

Yang dimakruhkan, yang tidak selayaknya dilakukan, dan kemungkaran yang merupakan tradisi jahiliyah jaman dahulu, yaitu keluarga mayit membuat makanan dengan biaya sendiri sebagai wujud rasa sedih atas kepergian anggota keluarganya. Inilah yang dilarang dan tidak sepantasnya untuk dilakukan.

Dari sahabat Jarir radhiallahu’anhu, beliau mengatakan,

كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعة الطعام بعد الموت من النياحة

“Dahulu kami menganggap berkumpul-kumpul di rumah keluarga mayit lalu membuat makanan setelah kematian seseorang itu termasuk niyahah (ratapan) .”

Yang dimaksukan dalam atsar diatas adalah jika keluarga mayit membuat makanan dari uang pribadinya. Adapun jika dari hasil sumbangan atau hewan yang dibawa oleh para tamu maka tidak mengapa. Karena keluarga mayit sudah sepantasnya berbuat demikian yaitu memuliakan tamu yang datang dengan membawa makanan mentah. Memuliakan tamu sesuatu yang harus dilakukan bahkan hukumnya wajib. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya memuliakan tamunya.”

Sehingga jika ada tamu baik dia membawa makanan ataupun tidak lalu dia datang dan duduk sampai waktu makan siang atau waktu makan malam tiba maka tidak mengapa menghidangkan makanan untuk mereka. Terlebih jika mereka datang dengan membawa kambing atau daging mentah maka lebih ditekankan untuk dimuliakan.

Akan tetapi dengan catatan yang memasak makanan bukan keluarga mayit (melainkan orang lain seperti tetangga atau kerbat dekat yang rumahnya berdekatan-pen). Karena berkumpulnya orang-orang untuk meratap (di rumah keluarga mayit) termasuk perkara yang dilarang, inilah yang patut diingkari.

Yang paling utama bagi orang yang hendak mengunjungi keluarga mayit adalah memasak makanan dirumah-rumah mereka lalu mengirimkanya kepada keluarga mayit dalam bentuk makanan siap santap sehingga keluarga mayit tidak perlu repot-repot memasak. Karena mereka sedang terimpa musibah yang menyibukkan. Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau anjurkan kepada umatnya. Tetangga atau kerabat dekat keluarga mayit mengirimkan masakan siap santap untuk mereka sampai mereka bisa mencukupi urusannya sendiri.

Dan jika makanan matang telah dihantarkan kepada keluarga mayit lalu mereka menyuguhkannya kepada tamu-tamu yang berdatangan dari mulai tetangga atau karib kerabat maka tidak masalah. Karena jika makanan hanya dibiarkan akan mubadzir tanpa manfaat. Jazaakumullahu khairan.

Sumber:

http://www.binbaz.org.sa/mat/14262
Diterjemahkan Tim Penerjemah Wanitasalihah.com
Murajaah; Ustadz Ammi Nur Baits

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.