5 Kerusakan Penetapan Waktu Imsak Waktu Imsak yang kami maksudkan adalah waktu yang dianggap terlarang untuk makan dan minum, biasanya dibuat 10 sampai 15 menit sebelum terbit fajar. Penetapan waktu imsak ini telah menjadi budaya bagi masyarakat kita hingga dijadikan patokan untuk memulai puasa yaitu mulai menahan dari segala perkara yang membatalkan puasa. Padahal perbuatan ini menyelisihi syariat yang mulia. Berikut ini kami sampaikan beberapa kerusakan yang timbul dikarenakan pemahaman keliru tersebut. Melarang orang untuk mendapatkan apa yang Allah halalkan Allah Ta’ala berfiman, وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْر “Makan dan minumlah samapai jelas bagi kaian benang puting dan benang hitam dari fajar.” (QS. Al Baqarah : 187) Ayat ini dengan jelas mengabarkan kepada kita diperbolehkan makan dan minum sampai terbit fajar pertanda masuknya waktu subuh. Jika fajar telah terbit maka saat itu waktunya untuk puasa, meninggalkan perkara-perkara yang bisa membatalkan puasa, termasuk makan dan minum. Al Imam Ibnu Kastir berkata, أباح تعالى الأكل والشرب، مع ما تقدم من إباحة الجماع في أيّ الليل شاء الصائمُ إلى أن يتبين ضياءُ الصباح من سواد الليل Allah Ta’ala membolehkan makan dan minum begitu juga diperbolehkan jima’ (sebagaimana keterangan ayat sebelumnya) setiap malam bulan Ramdhan sesuka hati orang yang berpuasa sampai jelas datangnya cahaya putihnya siang dari gelapnya malam (terbit fajar) . (Tafsir Ibnu Katsir, Asy Syamilah) Saudaraku… inilah perkataan Rabbmu yang telah menciptakanmu, Rabb yang menciptakan alam semesta, matahari, bulan dan seluruh jagad raya. Dialah yang menurunkan Al Qur’an, yang membuat syariat agama ini, agama Islam. Dialah yang menentukan batasan waktu kapan harus menahan diri untuk puasa, kapan boleh untuk berbuka dengan hikmah dan kasih sayang-Nya. Lalu masih kah kita melarang orang lain untuk mendapatkan sesuatu yang jelas-jelas Allah halalkan? Menyelisihi perintah Nabi shallallahu’alaihi wasallam Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, لا يمنعكم أذانُ بلال عن سَحُوركم، فإنه ينادي بليل، فكلوا واشربوا حتى تسمعوا أذان ابن أم مكتوم فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر “ Janganlah adzan Bilal menghalangi kalian untuk makan sahur karena adzan tersebut untuk menyeru shalat malam. Makan dan minumlah smpai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum. Karena ia tidak akan adzan kecuali jika terbit fajar. ” (HR. Bukhari No 622, 1918) dan Muslim No 1092) [Tafsir Ibnu Katsir, Asy Syamilah] Dalam Shahih Muslim disebutkan riwayat lainnya. Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata, Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَان بِلَال أَوْ نِدَاء بِلَال مِنْ سَحُوره فَإِنَّهُ يُؤَذِّن أَوْ قَالَ : يُنَادِي لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَيُوقِظَ نَائِمَكُمْ “Sungguh janganlah adzan Bilal –panggilan Bilal- menghalangi makan sahur seorang diantara kalian. Karena sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan agar kalian shalat malam dan membangunkan tidur kalian.” (HR. Muslim No 1830)[Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Asy Syamilah] Saudariku Salihah… perintah Nabi shallallahu’alaihi wasallam untuk makan sahur sampai dikumandangkannya adzan oleh Ibnu Ummi Maktum menunjukkan bahwa batas puasa dimulai dari terbitnya fajar bukan dari imsak (15 menit sebelum terbit fajar). Inilah perintah Nabimu… Nabi yang menyampaikan risalah Rabbmu yang tidak bekata kecuali dengan wahyu. Tidakkah kita takut akan ancaman bagi orang yang menyelisihi perintah beliau shallallahu’alaihi wasallam? فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” ( QS.An–Nur : 63) Termasuk bid’ah Fadhilausy Syaikh Shalih Al Utsaimin pernah ditanya tentang waktu imsak. Beriku tanya jawab selengkapnya. Pertanyaan: Kami melihat beberapa kalender bulan Ramdhan disisipi kolom yang diberi judul “Imsak”. Jadwal imsak ditentukan 10 atau 15 menit sebelum fajar. Apakah perkara ini termasuk sunnah ataukah bid’ah? Jawaban: Perkara ini termasuk bid’ah tidak ada dasar dari sunnah Nabi justru sebaliknya sunnah menyelisihinya. Karena Allah Ta’ala berfirman, وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ “Makan dan minumlah sampai jelas bagi kalian benang putih dan benang hitam dari fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai datang malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beri’tikaf di dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia agar mereka bertakwa.” ( QS. Al Baqarah: 187) Dan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Sesungguhnya Bilal akan adzan di malam hari. Makan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum. Karena ia tidak akan adzan kecuali jika telah terbit fajar.” Waktu imsak yang dibuat sebagian orang termasuk menambahkan perkara (dalam agama) yang tidak Allah perintahkan. Perbuatan ini batil dan mengada-ada dalam agama Allah. sungguh Nabi shalallahu’alaihi wasalla bersabda, “Binsalah al mutanaththi’un… Binsalah al mutanaththi’un… Binsalah al mutanaththi’un…” (HR. Muslim 2670) (termasuk al mutanaththi’un adalah orang menambah-nambahkan aturan baru dalam agama-pen). [Majmu’ Fatwa wa Rasail Ibni Utsaimin, Jilid 19] Menghalangi seseorang mendapatkan barakah Terkadang seseorang yang ingin makan sahur tidak bangun kecuali tatkala mendekati adzan subuh. Meskipun sebenarnya masih diperbolehkan untuk makan dan minum namun karena sudah masuk waktu imsak dan dia menganggap waktu imsak adalah waktu mulai menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa, akhirnya iapun tidak makan sahur. Pada siang harinya ia merasa lemas dan lesu, fisik melemah disebabkan tidak ada cadangan makanan di tubuhnya. Semangat ibadahpun menipis seiring menipisnya tenaga di badan. Bahkan tak sedikit yang mengakhiri perjalanan ibdah puasanya sampai siang hari saja. Padahal keutamaan sahur begitu banyak, terlebih makan sahur mengandung keberkahan. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُور بَرَكَةً “Makan sahurlah kalian karena padanya terdapat keberkahan.” (HR. Muslim No 1835, Kitabus Siyam) Al Imam Nawai berkata, فِيهِ : الْحَثّ عَلَى السَّحُور ، وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى اِسْتِحْبَابه ، وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبٍ ، وَأَمَّا الْبَرَكَة الَّتِي فِيهِ فَظَاهِرَةٌ ؛ لِأَنَّهُ يُقَوِّي عَلَى الصِّيَام ، وَيُنَشِّط لَهُ ، وَتَحْصُلُ بِسَبَبِهِ الرَّغْبَة فِي الِازْدِيَاد مِنْ الصِّيَام ؛ لِخِفَّةِ الْمَشَقَّة فِيهِ عَلَى الْمُتَسَحِّر ، Dalam haidts ini terdapat dorongan untuk makan sahur. Para ulama sepakat hukumnya istihbab (sunnah) tidak sampai derajat wajib. Adapun keberkahan yang tercantum dalam hadits adalah sesuatu yang nyata. Karena makan sahur bisa menguatkan orang yang berpuasa, menggiatkan raga, menjadi sebab terus semangat untuk beridabadah dan memiminimalisir hambatan orang yang berpuasa.” (Syarhun Nawai ‘ala Muslim, Asy Syamilah) Termasuk takalluf (memberat-beratkan diri) dalam agama Yaitu membebani diri dengan sesuatu yang Allah mudahkan baginya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’ailaihi wasallam, “Binsalah al mutanaththi’un… Binsalah al mutanaththi’un… Binsalah al mutanaththi’un…” (HR. Muslim 2670) Syaikh Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan diantara makna al mutanaththi’un, “Termasuk mereka adalah orang yang terlalu keras dalam beribadah. Seseorang membebani dirinya ketika shalat, puasa atau ibadah lainnya dengan sesuatu yang Allah mudahkan baginya. Maka siapa saja yang bersikap keras pada dirinya pada perkara yang Allah mudahkan maka dia akan binasa.” Penentuan imsak sebagai batas waktu untuk berpuasa tentu termasuk dalam sikap tanaththuq. Karena Allah Ta’ala dengan kasih sayang-Nya memberikan kita waktu sahur hinngga fajar, lalu kenapa manusia yang lemah ini begitu lancang membuat-buat aturan sendiri dengan menyulitkan diri dengan sesuatu yang Allah mudahkan? Jika sebagian orang memulai puasa dari waktu imsak beralasan demi kehati-hatian, maka siapakah yang lebih hati-hati antara kita dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam? Siapakah yang lebih bertakwa, lebih khusyu dalam ibadah antara kita dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam? Tentu beliaulah manusia paling bertakwa dan paling mulia. Namun demikian beliau memerintahkan kita makan sahur sampai terbit fajar. Lalu bagaimana dengan hadits berikut. Dari Anas bin Malik dan Zaid bin Tsabit radhiallahu’anhuma. Beliau berkata تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاة قُلْت : كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ : خَمْسِينَ آيَة “Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Lalu kami berdiri untuk shalat shubuh. Aku (Anas bin Malik) bertanya (kepada Zaid), ‘Berapa lama jarak antara keduanya?’ Beliau berkata ,’50 ayat’.” (HR. Bukhari & Muslim No 1837) Hadits ini anjuran bagi kita untuk makan sahur hampir mendekati fajar. Bukan perintah berhenti sahur sebelum fajar. Hadis Zaid bin Tsabit di atas bukanlah dalil adanya imsak seusai sahur, karena: Para ulama ketika menjelaskan hadis ini, mereka justru menyimpulkan bahwa hadis ini adalah dalil dianjurkannya mengakhirkan sahur, bukan berhenti sahur sebelum subuh. Sebagaimana keterangan Ibnu Daqiqil Id dalam Ihkam al-Ahkam Syarh Umdatul Ahkam. Maksud jarak 50 ayat adalah jarak antara sahur dengan iqamah. Bukan jarak antara sahur dengan adzan. Karena Zaid mengatakan, ”Kemudian kami berdiri untuk shalat subuh.” Saudariku… kiranya cukup bagi kita untuk tunduk dan patuh kepada aturan dan perintah agama Allah tanpa menambahi dan tanpa mengurangi… tanpa menyepelekan dan tanpa berlebihan. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada junjungan kita Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga hari kiamat. *** Penulis: Umi Farikhah (Ummu Fatimah) Murajaah: Ustadz Ammi Nur Baits Artikel WanitaSalihah.Com July 14, 2014 by WanitaSalihah 3 comments 21940 viewson Fiqih, Ramadhan dan Ied Share this post Facebook Twitter Google plus Pinterest Linkedin Mail this article Print this article Tags: Berkah, Bid'ah, Imsak, Itiba', Puasa, Ramadhan, Sahur Next: 5 Keutamaan Puasa Yang Tidak Dimiliki Ibadah Lain Previous: Sabar itu Perbendaharaan Surga
Hamba Allah 23 May , 2016 at 4:44 pm Sudah sangat jelas dalam Surah AlBaqarah ayat 187, “makan dan minumlah sampai jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” Fajar yang dimaksud di sini adalah fajar kazib (semu). Ini terjadi karena adanya pembiasan cahaya matahari sewaktu melewati lapisan atmosfir bumi, dan berlangsung sekitar 10 menit. Setelah itu muncul fajar shadiq yang berwarna merah tanda masuknya waktu subuh. Reply
WanitaSalihah.Com 28 May , 2016 at 3:38 pm Memahami ayat harus dengan penjelasan ahlinya. Kalau tidak demikian, tentu orang akan berkata semaunya. Ayat yang Anda bawakan sudah dijelaskan tafsirnya oleh pakar tafsir Ibnu Katsir rahimahullah. Bahwa yang dimaksudkan fajar dalam ayat tersebut adalah fajar shadiq (tanda masuk waktu shalat shubuh). Adapun fajar kadzib tidak berkaitan dengan syariat apapun. Namanya aja kadzib (boongan). Silakan renungkan penjelasan Al Allamah Ibnu”Utsaimin rahimahullah dalam Asy Syarhul Mumti’ berikut: وهل يترتب على الفجر الأول شيء ؟ لا يترتب عليه شيء من الأمور الشرعيَّة أبداً ، لا إمساك في صوم ، ولا حل صلاة فجر ، فالأحكام مرتبة على الفجر الثاني” انتهى . Apakah fajar awal(kadzib) memiliki pengaruh? Fajar kadzib sama sekali tidak punya pengaruh apapun terhadap syariat. Tidak pada puasa, tidak juga pada masuknya waktu shubuh. Hukum-hukum syariat didasarkan pada fajar kedua (fajar shadiq). Semoga bisa difahami. Allahua’lam Reply
tipspuasa 29 June , 2016 at 2:57 pm terima kasih ya ternyata boleh sahur walaupun imsak infonya bermanfaat Reply