Umar, Roti, Air, dan Nyala Api Disebutkan bahwasanya Umar radhiyallahu ‘anhu pernah membawa tempat air di atas pundaknya. Sebagian orang mengkritiknya, namuan beliau berkata, “Aku terlalu kagum terhadap diriku sendiri. Oleh karena itu, aku ingin menghinakannya.” ** Pada waktu tahun paceklik dan kelaparan, beliau tidak pernah makan kecuali roti dan minyak, hingga kulit beliau berubah menjadi hitam. Beliau berkata, “Akulah sejelek-jelek penguasa apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.” ** Aslam berkata, “Suatu malam aku keluar bersama Umar bin Al-Khaththab ke Dusun Waqim. Ketika kami sampai di Shirar (sebuah sumur yang berjarak sekitar 3 mil dari kota Madinah), kami melihat ada api yang dinyalakan. Umar berkata, “Wahai Aslam, di sana ada musafir yang kemalaman, mari kita berangkat menuju mereka.’ Kami segera mendatangi mereka. Ternyata di sana ada seorang wanita bersama anak-anaknya yang sedang menunggu periuk yang diletakkan di atas api, sementara anak-anaknya sedang menangis. Umar bertanya, ‘Assalamu ‘alaiki, wahai pemilik api.’ Wanita itu menjawab, ‘Wa’alaikas salam.’ Umar berkata, ‘Kami boleh mendekat?’ Dia menjawab, ‘Silakan.’ Umar segera mendekat dan bertanya, ‘Ada apa gerangan dengan kalian?’ Wanita itu menjawab, ‘Kami kelamaan dalam perjalanan serta kedinginan.’ Umar kembali bertanya, ‘Apa yang engkau masak di atas api itu?’ Dia menjawab, ‘Air. Agar aku dapat menenangkan mereka hingga mereka tertidur. Dan Allah kelak yang akan jadi hakim antara kami dengan Umar.’ Maka Umar menangis dan segera berlari pulang menuju gudang tempat penyimpanan gandum. Ia segera mengeluarkan sekarung gandum dan satu ember daging, sambil berkata, ‘Wahai Aslam, naikkan karung ini ke atas pundakku.’ Aslam berkata, ‘Biar aku saja yang membawanya untukmu.’ Umar menjawab, ‘Apakah engkau mau memikul dosaku kelak di hari kiamat?’ Maka beliau segera memikul karung tersebut di atas pundaknya hingga mendatangi wanita itu. Setelah meletakkan karung tersebut, beliau segera mengeluarkan gandum dari dalamnya dan memasukkannya ke dalam periuk. Setelah itu, ia memasukkan daging ke dalamnya. Umar berusaha meniup api di bawah periuk hingga asap menyebar di antara jenggotnya untuk beberapa saat. Setelah itu, Umar menurunkan periuk dari atas api, dan berkata, ‘Berikan aku piring kalian!’ Setelah piring diletakkan, Umar segera menuangkan isi periuk ke dalam piring itu dan menghidangkannya kepada anak-anak wanita itu, dan ia berkata, ‘Makanlah!’ Maka anak-anak itu makan hingga kenyang. Wanita itu berdoa untuk Umar agar diberi ganjaran pahala sementara dia sendiri tidak mengenal Umar. Umar masih bersama mereka hingga anak-anak itu tertidur pulas. Setelah itu Umar memberikan kepada mereka nafkah, lantas ia pulang. Umar berkata kepadaku, ‘Wahai Aslam, sesungguhnya rasa laparlah yang membuat mereka begadang dan tidak dapat tidur.’” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam kitab Fadha’ilush Shahabah, no. 382. Muhaqqiq kitab tersebut berkomentar, “Sanadnya hasan.” Lihat Tarikh Ath-Thabari, 4:205-206) – Disalin dari terjemahan kitab “Tartib dan Tahdzib Kitab Al-Bidayah wan Nihayah”, Muhammad bin Syamil As-Sulami, Rajab 1426 H/ September 2005 M, Darul Haq. Artikel WanitaSalihah.Com August 28, 2014 by WanitaSalihah 0 comments 10736 viewson Kisah dan Tokoh Share this post Facebook Twitter Google plus Pinterest Linkedin Mail this article Print this article Tags: Keutamaan Sahabat, Umar bin, Umar bin Khaththab, Umar bin Khaththab penguasa yang bersahaja, Umar bin Khaththab Penguasa yang bijaksana Next: Nasehat Emas Syaikh Utsaimin bagi Pengguna Internet Previous: Maksiat Menghilangkan Rasa Malu